Langsung ke konten utama

Oktober Fantastis (serial) - eps 5 - SMS Gelap



25 Oktober 2012

Aku membuka mata. Gelap. Aku mengumpulkan kesadaran. Ah, lampu kamar dimatikan rupanya. Samar terdengar suara dengkuran. Bule sebelah tidurnya pulas sekali sampai mendengkur begitu. Malas bergeser dari singgasana tidurku, aku meraih ponsel. Ada pesan masuk. Dari Fahmi di kasur bawah.

Fahmi +60163743xxx
Nyok mulai beraktivitas

Me +60163744xxx
Nyok, tapi gelap gini gimana? Mau nyalain lampu takut ganggu sebelah


Fahmi +60163743xxx
Raba2 jalannya pi kalo gak pake lampu hape. Itu si tetangga bed dari semalem ngorok. Gw mandi duluan lah yak, ambilin anduk gue dong

Aku terkekeh ketika membaca bagian ‘dari semalem ngorok’. Emang kata orang sih tipikal bule itu suka pulang ke penginapan pagi buta terus tidurnya ngorok! Tapi ya nggak semuanya loh ya...

Langsung saja aku tarik handuk yang digantung di bawah pendingin ruangan tepat di sebelah kasurku dan melemparkannya ke bawah. Fahmi membuka pintu kamar dan lalu menutupnya dengan perlahan agar tidak menimbulkan suara yang mungkin bisa membangunkan bule sebelah. Untuk berapa lama aku masih goleran di kasur. Konyol juga kalau ingat semalam jalan kaki berdua ‘keliling Kuala Lumpur’. Nggak peduli jalanan udah sepi, gelap, atau dentuman musik dari bar menarik untuk dikunjungi, kami hanya tetap berjalan, berusaha menemukan jalan pulang. (Bilang aja nyasar!) Hahahahaha Bonusnya, BB Fahmi ketemu pemirsaaaa. Ternyata nyempil di bawah selimut. Huf.

Setelah bergantian mandi, kamipun mengemasi ransel kami di dalam kegelapan itu. *grepe-grepe kasur

***


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gara-Gara (Larangan) Tripod (Masuk Kabin Pesawat)

Namanya juga impulsif dan spontan, pasti ada aja ‘kejutan-kejutan’ sepanjang perjalanan. Anggaplah ini sebagai side stories atau cerita di balik layar #mendadakrinjani di postingan sebelumnya . Jadi, gue bakal ngulik hal-hal yang nggak seindah yang terlihat dalam pendakian Gunung Rinjani. Razia di bandara | dok. pribadi Perasaan gue campur aduk, excited tapi sekaligus juga deg-degan. Padahal gue udah duduk di ruang tunggu Bandara Internasional Minangkabau (BIM) di Padang, menantikan penerbangan menuju Lombok bersama kawan-kawan. Kami bermaksud untuk mendaki Gunung Rinjani, dalam kesepakatan dan berkeputusan yang serba dadakan. Banyak yang bilang kalau bikin acara dadakan kemungkinan realisasinya lebih besar dibandingkan acara yang direncanakan jauh-jauh hari. Gue pun lebih sering melakukan perjalanan yang nggak terlalu terikat perencanaan atau persiapan matang. Tapi kan ini naik gunung. Butuh persiapan lebih –setidaknya bagi gue pribadi. Mulai dari nyiapin peralatan,...

Seperti Bintang: Ada, Meski Tak (Selalu) Terlihat

“ Aku menikah tahun depan. ” Bagaimana perasaanmu mendengar kalimat itu terlontar dari mulut sahabatmu? Aku tersenyum dan membelalakkan mata. Bagiku, ini adalah salah satu berita yang menggembirakan. Meski sebenarnya bukan hal yang mengejutkan karena aku pun telah lama menantikannya. Dalam hati ingin ku teriakkan ‘AKHIRNYAAA’, tapi aku tahu suaranya bergetar saat mengungkapkan hal itu. Ku tahan euforia di dada, ku pasang telinga bersiap untuk mendengarkan apa yang mungkin menjadi kegusarannya. “Aku mau puas-puasin jalan-jalan dulu. Mungkin ini tahun terakhirku”, katanya melanjutkan. Raut mukanya menunjukkan kekhawatiran seolah menikah menjadi akhir karirnya jalan-jalan. # Perkenalkan, Sadam Febriansyah, sahabatku. Kami saling mengenal sejak taman kanak-kanak dan tinggal di satu lingkungan yang sama. Pertemanan kami semakin dekat ketika kami masuk ke sekolah dasar. Satu sama lain cukup kompetitif memperebutkan juara kelas, tetapi aku yang menang kami bersain...

Bro (Travel)Mate

Salah satu ‘ partner in crime ’ ku telah memulai fase kehidupan baru: Menikah. Ku turut bahagia dan ingin memberikan sebuah ‘kado kecil’ ini untuknya. Sekilas cerita kami dalam banyak kesempatan melakukan perjalanan bersama. Awalnya aku join kompetisi menulis cerita bertema travelmates pada tahun 2014. Dua puluh naskah terpilih akan dibukukan. Aku senang sekali ketika menerima email dari penyelenggaranya bahwa ceritaku terpilih. Belum berkesempatan punya buku sendiri, setidaknya ini bisa menjadi salah satu cara agar karyaku bisa dinikmati lebih banyak orang. Apalagi kalau teman seperjalananku juga membacanya. Dia yang menjadi objek cerita, ku harap bisa menjadi sebuah persembahan untuknya. Karena satu dan lain hal, buku kumpulan cerita itu belum menemukan takdir penerbitannya. Jadi, cerita ini belum sempat dibacanya. Ku ingin (sekali lagi) mencoba untuk menyampaikan ini padanya. Jadilah ku sunting naskahnya dan ku unggah di laman blog pribadiku ini. Here we go… ...