24 Oktober 2012
Perut kenyang menambah tingkat kegantengan. #apeu
Perut kami belum
mendapat asupan yang bergizi semenjak diisi takjil darurat tadi. Makanya pas
nemu warung makan, tanpa pikir panjang kami masuk dan memesan makanan. Dua porsi
Nasi Kandar dan dua gelas Milo berhasil kami tandaskan untuk menu makan malam
kami di rumah makan India pada deretan ruko di bawah penginapan. Tidak sampai
RM20 total yang harus kami bayarkan untuk menu tersebut.
Perut kenyang menambah tingkat kegantengan. #apeu
***
“Kalo dilihat-lihat KL Sentral ini lebih
bagus ya dibanding LCCT tadi”, Fahmi membuka pembicaraan sewaktu menunggu
LRT (semacam kereta commuter/KRL ala Kuala
Lumpur) kami datang.
KL Sentral ini
boleh diibaratkan seperti Shelter Busway Harmoni, hanya bedanya kita bukan
hanya bisa transit jalur tetapi juga moda transportasinya. Seperti yang sedang
kami lakukan ini, naik bus dari LCCT ke KL Sentral untuk menyambung LRT menuju
Petaling, pecinan sekaligus kawasan Backpacker-nya Kuala Lumpur.
Kami akhirnya
malah asyik ngobrol mengomentari ini itu, mulai dari bentuk bangunan, sistem
transportasi, sampai mas-mbak-makcik-pakcik yang seliweran dan bahkan papan
reklame di sepanjang platform yang diam tak bergeming juga tak luput dari
komentar kami. Jangan terkejut kalau sampai di X-Factor Indonesia musim depan
kami berdua jadi jurinya (?)
Stasiun Pasar
Seni, stasiun terdekat dari Petaling. Seperti yang sudah-sudah, kami hanya
mengikuti arus penumpang yang mengalir searah dengan papan petunjuk menuju
pintu keluar stasiun. Selanjutnya kami hanya melangkah. Hingga menyadari kami
telah berdiri di meja resepsionis sebuah hostel, mendaftarkan nama kami untuk
menginap di sana. Ribbon Stayyz (awalnya aku curiga pemiliknya adalah anak alay
karena penulisan nama yang melebihkan huruf ‘y’ dan mengakhirinya dengan huruf
‘z’) adalah bed and breakfast guesthouse
yang berada ‘di atas’ sebuah convenience
store merek lokal seberang pusat perbelanjaan Kota Raya, tak jauh dari
‘gapura’ Petaling. Kami memilih kamar tipe dorm untuk menghemat biaya.
Kami mendapat
sekamar berempat, terdiri dari dua bunkbed
(kasur tingkat). Aku dan Fahmi memilih bunkbed
di bawah pendingin ruangan setelah kami mengetahui kasur bawah bunkbed dekat pintu sudah ada yang
menempati (terlihat dari kaos hitam yang ‘dijemur’ di salah satu penampang
kasur atasnya). Aku harus sedikit memanjat untuk mencapai peraduanku di kasur
atas, sementara Fahmi mantap merebahkan badan di kasur bawah.
Hal pertama yang
ingin aku lakukan adalah mengisi ulang baterai ponselku! Colokan mana
colokan??? Dengan bangga aku keluarkan steker si terminal colokan. Steker ini
penting loh, jangan Cuma hati aja yang dibagi-bagi, listrik juga harus dibagi.
Biar bisa nge-charge ramean, makanya
selalu bawa steker kalau lagi bepergian ;)
“Waduh, em, gawat! Kok colokan di sini beda?
Lobangnya tiga”, kataku begitu mendapati hal yang
tak biasa di hadapanku ini.
“Coba masukin aja dua kakinya”,
Fahmi menyarankan.
“Udah, tapi nggak bisa”,
balasku.
“Kurang dalem kali masukinnya”, Fahmi
beranjak dan mulai menekan-nekan kaki steker ke lobang colokan itu. Tak ingin
menyerah, Fahmi terus memaksakannya untuk masuk. Tetap tidak bisa.
“Gimana kita mau nge-charge
kalo kaya gini?”, aku mengkhawatirkan
keberlangsungan hidup ponsel dan kamera
kami. “Yaudah, gue coba turun ke bawah
nanya resepsionis minta solusi”, akupun beranjak keluar kamar.
“Ah, maaf...colokan di sini begitu semua. Coba, apa
jenis ponselmu?”
“Nokia”
“Coba aku periksa ke gudang, kalau tidak salah ada
charger Nokia di sana”, perempuan India
bertubuh subur yang bertugas jaga malam itu mencoba memberi solusi terbaik atas
masalahku. Aku kembali ke kamar dengan membawa charger Nokia berkaki tiga itu.
“Payah nih em, colokannya emang kaki tiga semua.
Kayaknya ini emang colokan standar di Malaysia deh”,
aku benci harus menyampaikan kabar tak mengenakkan ini #lebay
Bercermin pada
perjalanan kami ke Penang kemarin kami menjadi malas untuk melakukan riset
mendetail tentang destinasi perjalanan kita ini. Meskipun bisa dibilang
perjalanan kemarin itu kacau tapi toh kami tetap bisa menikmati perjalanan yang
tanpa persiapan itu. Malah kami merasa tertantang dengan dalih, minim persiapan
perjalanan akan semakin penuh kejutan. Ya, aku terkejut sekarang. Aku terkejut
kalau colokan standar Malaysia itu berkaki tiga. :|
“Di sini ada nggak ya yang jual steker kaki tiga
yang bisa buat colokan kaki dua (belibet)?”,
aku bertanya pada tembok.
betull :D KL Sentral lebih bagus dari LCCT, eh tapi ada lagi terminal yang jauh lebih bagus, Bandar Tasik Selatan. hohohohoho
BalasHapusbtw saya tau cara mengakali colokan tiga lohh, diajari sama teman waktu di Singapur heheheh jadi sekarang tetep aman deh kalo nemu colokan 3
halo...
Hapuswah, bagaimana cara mengakali colokan tiganya? boleh share ilmunya? ;)