the
impulsive traveling always brings tremendous adventure cause nothing to expect.
ray of light | dok. pribadi |
besok kuliah libur.
Yuk naik
gunung!
dan 48 jam kemudian takdir Tuhan
membawa kami menjejakkan kaki di bumi Rinjani.
Sebuah keputusan impulsif dan spontan memang.
Hanya berawal dari celetukan seorang kawan saat kami makan siang bersama yang
kemudian menjadi sebuah kesepakatan beberapa menit berikutnya. Semua berjalan
begitu cepat. Riset minimalis bermodal cerita pengalaman kawan yang sudah
pernah mengunjungi Rinjani sebelumnya. Dari mereka juga kami memperoleh kontak
koordinator porter sekaligus arranger
pendakian. All set, then we just flew
away to Lombok!
Pintu Sembalun. bismillah... | dok. pribadi |
Kamis, 27 April 2017
Setelah menyelesaikan proses
registrasi, lanjut naik mobil pick-up
yang mengantarkan kami menuju titik awal pendakian - pintu Sembalun.
9.05 start pendakian.
Trek awal berupa sabana yang
luas, jalur landai, minim pohonan, sesekali menyeberangi sungai kering bekas
aliran lahar.
padang sabana | dok. pribadi |
10.35 pos 1.
Berbagi shelter dengan pendaki
lain. kalo nggak kebagian tempat, ya ngesot di rumput sambil ngemil pisang.
beruntung gumpalan awan lewat untuk beberapa saat, jadi peneduh saat
beristirahat.
11.30 pos 2.
Sebenarnya udah kelihatan dari pos 1, tapi pas
dijalanin kayak nggak nyampe-nyampe 😂
Karena udah masuk jam makan
siang, rombongan pendaki mancanegara pada duduk manis di kursi atau tikar yang
digelar, menunggu porter menyiapkan nasi goreng spesial pake telor mata sapi
dengan hidangan penutup buah-buahan tropis seperti nanas, pisang, dan semangka.
kami belum begitu lapar, jadi mending lanjut jalan.
Pos 2 | dok. pribadi |
Lepas Pos 2 jalur mulai nanjak.
mulai engap dan paha sempat kram. gini nih, #mendadakrinjani tanpa persiapan
memadai 😂. jadi ya jalan pelan-pelan deh.
10 menit sebelum pos 3
Ada pos 3 ekstra. akhirnya
memutuskan istirahat sambil gelar lapak makan siang. yeay 😄
Ketika beristirahat di Pos 3
ekstra gue bergabung sama teman-teman duduk-duduk di rumput ngobrol dengan satu
dua porter yang sedang istirahat juga. Bapak porternya ngasih gambaran trek
#rinjani dan tips untuk melintasinya
yang di beberapa titik dinilai cukup berat/menguras tenaga. Intinya sih, kalo
capek ya istirahat, tidak perlu memaksa. Usahakan istirahatnya sebentar dan
sambil berdiri saja.
ngobrol sama porter dapat tips and trick | dok. pribadi |
Tak lama setelah bapak porternya
pamit melanjutkan perjalanan, kami melipir ke shelter untuk berteduh, sholat
dan menunggu santap siang yang sedang dipersiapkan oleh porter kami. Perut
kenyang, lanjut nanjak 10 menit saja untuk sampai di Pos 3.
Porter kami memilihkan tempat camp di dekat semak, di seberang sungai
kering berpasir. kalau dari keterangan pendaki lain esok harinya, mereka yang camp di pasir itu pada kedinginan karena
kemungkinan menjadi jalur angin juga. Kami yang bermalam di balik semak
alhamdulillah bisa tidur nyenyak dan dengan tingkat dingin yang masih bisa
diantisipasi.
Pos 3 | dok. pribadi |
Jumat, 28 April 2017
9.00 start pos 3
Trek langsung nanjak, melipir
sepanjang punggungan 7 Bukit Penyesalan.
Kenapa disebut demikian?
Karena di sisi kiri puncak Anjani
begitu dekat rasanya, namun tanjakan demi tanjakan dengan elevasi beragam di
depan mata seakan tidak ada habisnya karena perbukitannya semakin naik dan
naik. Jalur tanah kering pada bidang miring yang rawan membuat kita
tergelincir. Alhamdulillah masih ada sedikit bonus, meski hanya sepanjang 3-5
meter mendatar.
Tips dari porter
kemarin: berpijaklah di tanah hitam atau bekas pijakan orang.
7 Bukit Penyesalan | dok. pribadi |
Hijaunya sekitar atau kabut tebal yang
menghampiri mungkin mengalihkan perhatian. Sebaiknya gunakan masker/buff untuk
menutupi hidung dan mulut karena sebenarnya trek ini cukup berdebu. Kalau sudah
sampai di Pos ekstra, itu tandanya sudah separo jalan. 3 bukit menanti di
depan. Tetap semangat sebentar lagi sampai Pelawangan 💪 yosh!
Setelah lebih kurang 3 jam pendakian
melintasi 7 bukit penyesalan, akhirnya sampai juga di Pelawangan Sembalun. hosh! Gue langsung aja duduk selonjoran
dan meneguk habis sisa air di botol minum.
Lagi leyeh-leyeh, porter kami
melintas sambil bilang,"kita camp
agak sanaan lagi ya dekat sumber air".
Gue sama temen-temen mah iya-iya
aja sambil nimpalin,"duluan aja, bang".
Setelah cukup memulihkan tenaga,
segera kami menyusul porter kami. Terus nanya ke abang-abang lewat,"camp deket sumber air sebelah mana bang?".
"ya, sekitar 20 menitan lah". (((dua puluh menit))) duh, air gue udah terlanjur dihabisin 🙈
Jadi, ternyata kami baru sampai
di ujung Pelawangan sementara camp yg
dituju di ujung Pelawangan yg lain. Pelawangan berlokasi di sepanjang
punggungan (agak) datar dengan jurang di kedua sisinya. Umumnya Pelawangan
Sembalun ini menjadi camp akhir
sebelum summit. Nggak heran lah banyak
tenda warna warni berjajar.
Pelawangan Sembalun | dok. pribadi |
Lalu beli Pocari dulu di lapak
abang-abang terdekat yang ternyata harga sebotol kecilnya 30ribu. #fyi ada juga bir bintang kecil 50ribu,
kalo yg gede 80ribu. Di pos-pos jalur pendakian emang ada aja abang-abang yg nenda
sambil buka lapak jualan. Baru ini nyoba beli dan harganya ya begitulah 😂
Siang-sore
itu kabut menyelimuti. Sekali waktu kabut tebal menggumpal, di lain waktu tipis
terbawa angin. Setelah istirahat dan makan, akhirnya kami pun memilih tidur
siang. Itung-itung memulihkan kembali stamina tubuh, sebelum nanti malam berangkat summit!
an evening
before summit.
Ketika malam tiba dan bintang
bintang secara kasat mata menyemarakkan angkasa pantang untuk melewatkannya. Keluar
sebentar, memasang kamera pengambil gambar. Langit berbintang dengan jajaran tenda
sebagai latar.
Pelawangan Sembalun malam hari | dok. pribadi |
23.30 bangun / persiapan summit.
Seruput minuman hangat &
memakan beberapa biji kurma. Badan dibalut 3 lapis baju. Kupluk dipake sampe
menutup telinga. Ditambah headlamp di
kepala. Buff melingkar di leher,
jaket tebal dirapatkan, sarung tangan membungkus jemari. Tali sepatu
dikencangkan, tak lupa gaiternya dipasang. Mengatur panjang trekking poles dan melakukan
pemanasan.
Sabtu, 29 April 2017
00.30 berdoa lalu mulai summit!
Dalam hati, kok makin nanjak ya?
Kaki mulai berat melangkah, semakin lama elevasi meningkat tajam. Jalur berubah terbuka
berpasir dan berkerikil dengan jurang di kiri kanan. Trekking poles semakin menancap dalam, menahan pijakan kaki agar
tidak melorot. Oksigen menipis, napas mulai engap juga kantuk datang
menyergap. Adrenalin makin terpacu ketika kabut tebal menyelimuti dan angin
kencang menghembuskan dingin yang menusuk. Tanjakan tanpa ampun!
tips: terus
bergerak! istirahat sesekali sebentar saja sambil berdiri. lupakan ujung
tanjakan ini, terus melangkah sambil berdoa menguatkan diri.
Akhirnya sampai di lorong jalur
di balik batu besar. Kembali bercabang membingungkan. Lagi-lagi melipir batuan
di bibir jurang.
15-20 menit kemudian,"selamat datang!". 4 pemuda
menyambut dan memeluk kami bergantian.
"ini sudah sampai puncak?", tanyaku tak percaya. Hati mengharu
biru tapi dingin mencegah air mata ini mengalir.
Alhamdulillah…
summit trek | dok. pribadi |
after sun rise, Top of Mt. Rinjani 3.726 asl | dok. pribadi |
Sebentar lagi jam 05.00, matahari segera terbit. Kami bergegas tayamum untuk menunaikan subuh. DINGIN MENUSUK! Menahan sakitnya hawa dingin yang merasuk, gue berusaha keras menyelesaikan gerakan-gerakan sholat. Segera membungkus diri dan berpelukan dengan kawan di dalam sarung. Dulu sewaktu summit di Semeru cara ini berhasil, terlebih kami bisa sembunyi di balik batu besar tak jauh di bibir puncak. Sementara di sini, benar-benar terbuka. Tak ada batu besar serupa. Maka hingga matahari terbit dan meninggi, gue masih menggigil kedinginan di balik kain sarung yang melingkar di badan
"nanti berangkat ke danau jam berapa, pak?"
"sekitar jam 12 lah"
"hm, setengah 1 aja gimana?", lalu pada sibuk merebahkan diri untuk tidur; secara abis summit balik
tenda terus makan kenyang, masih ada sedikit waktu yang bisa dimanfaatkan untuk
memulihkan stamina.
Gue males tidur. Lebih memilih
duduk-duduk di luar sambil jagain tenda dari monyet-monyet yang tadi sempat
mencuri periuk nasi kami. Siang itu kawanan monyet memang banyak yang
menyambangi Pelawangan Sembalun, berburu makanan. Abang porter nyamperin sambil
ngajakin ngobrol.
"ke danau trekking berapa lama bang?"
"sekitar
3 jam lah, tinggal turun aja".
"jalurnya gimana?"
"jalurnya batu-batu"
Pas dijalanin, nggak tau kenapa
gue bete banget rasanya. Mungkin karena gue masih capek abis summit, terus nggak tidur lagi. Terlebih
trek di satu jam pertama FULL berpijak di batu batu juga tangga semen yang
menurun cukup ekstrim. Padahal udahnya jalurnya lebih landai tapi betenya nggak
ilang-ilang 😂. Menjadi 3
jam-an perjalanan yang terasa berat. Satu-satunya motivasi ya ngebayangin pas nyampe
danau nyari kolam air panas mau rendam kaki.
Begitu sampai danau, langsung
bersiap untuk berendam. Karena hari sudah sore jadi kami mendatangi kolam air
panas yang kecil di bawah air terjun sekira 5 menit jalan kaki dari tenda. Ngantri, pak! Ganti-gantian sama pendaki
lain. Jadi berendamnya tau diri lah. Nggak seberapa lama yang penting capek di
kaki sama badan pada luntur.
*maaf ih nggak bawa ponsel atau
kamera jadi nggak ada fotonya. Padahal bagus banget pemandangannya. Kolam kecil
sumber air panas di bawah dua buah air terjun besar.
"jadinya pulang lewat Senaru atau Sembalun?", abang porter
mencoba mengkonfirmasi.
Awalnya rencana kita 4 hari 3
malam. Tapi sepertinya berubah jadi 5 hari 4 malam. Mau nggak mau logistik harus
menyesuaikan. Sementara untuk pilihan rute, kata abangnya sama aja mau balik
arah ke Sembalun atau lanjut Senaru. Sama-sama nanjak! (turun gunung tapi kudu
nanjak dulu 😂) yah, kalo
gitu mending lanjut Senaru deh biar sekalian tau jalur yang lain. Semangat! 💪
Minggu, 30 April 2017
Pemandangan pagi di depan tenda
kami. Barujari dan para pemancing ikan. Banyak pendaki yang memancing ikan di
danau. Sementara kami repacking
keril, abang porter sudah mondar mandir nyari cacing buat umpan ikan. Lumayan
bisa jadi sumber makanan baru di tengah stok logistik yang menipis.
Karena hari semakin siang dan si
abang tak kunjung datang. Akhirnya berinisiatiflah masak indomie. Masak 4
bungkus jadi satu di wajan besar dan ludes dalam hitungan detik dimakan
keroyokan berempat. Untung sudah menyisihkan satu piring buat abangnya. Pas
abangnya datang, dia kaget dan seperti merasa bersalah. Santai bang ~ ikannya
dimasak nanti aja di Senaru, ya. Kita berangkat dulu lah, bisi kesiangan. Yok!
Meninggalkan camping ground, trekking menuju Senaru dimulai dengan menyeberangi
aliran sungai layaknya di negeri dongeng. Meniti batuan sambil menenteng
sepatu. Usai melintasi sungai, barulah sepatu dipakai lagi. Lanjut menyusuri
tepian danau selama +/- 30 menit hingga sampailah di tanah terbuka yang cukup
lapang dan berbatu di sisi lain danau ini.
Setelah itu mulai masuk kawasan vegetasi yang
lebih rapat pohonan meski masih didominasi belukar/rerumputan yang tinggi. Nanjak
terus minim bonus. hosh!
"ini namanya Batu Ceper", abang porter memberitahu nama tempat
di mana kami memutuskan untuk beristirahat sebentar setelah melewati jalur yang
isinya tanjakan melulu. Alhamdulillah 😆
batu ceper | dok. pribadi |
Waktu menunjukkan hampir pukul
11.00, berarti sekitar 1,5 - 2 jam perjalanan sudah kami tempuh sejak
meninggalkan camping ground Segara
Anak. Karena hari sudah siang, wajar saja kabut mulai sering menyelimuti. Kami pun
menenggak air minum beberapa teguk menjadi penyegaran kembali untuk melanjutkan
perjalanan.
Masih di seputaran Batu Ceper
naik sedikit. Sesaat kabut terbuka, gue sama temen tertarik buat foto
pemandangan di bawah sana. Lalu tiba-tiba ada yg nyeletukin,"foto dari atas sini mas lebih bagus".
"ini ke atas masih jauh bang?", iseng gue nanya.
"kalo udah nyampe sini, udah setengah jalan ini", jawabnya
santai.
"baiklah, kami duluan ya bang", dalam hati, lumayan udah
setengah jalan.
Trek yang sangat menantang sudah
menanti di depan. Ketika bahaya dan pesona menyatu dalam sebuah jalur pendakian
yang mendeskripsikan trek Senaru ini. Melangkah penuh hati-hati, waspada dan
selalu berdoa.
Trek terjal berbatu dan curam, melipir
sepanjang tepian jurang. Sesekali landai, namun tak jarang kita harus manjat
dan berpegangan pada batu-batu ala spiderman. Jalur seperti ini kita tempuh
selama 1-2 jam. Istirahatnya sebentar-sebentar saja. Tapi harus berhati-hati
karena sisi kiri langsung jurang berbatu. Jadi usahakan memilih tempat
istirahat yang aman, lebih baik bersandar di dinding tebing sebelah kanan
daripada duduk membelakangi jurang.
Ketika lelah menghampiri, gue
selalu nengok ke sisi kiri. Melihat indahnya Segara Anak dan gunung Barujari. Bisa
jadi booster dan penyemangat
melangkah lagi. Tapi gue juga nggak mau banyak berharap. Nggak mau ngeluh, dan
nggak berani ngedongak ke atas jauh. Ya, dari pada ke-PHP, mending jalani aja
dulu jalan setapak di depan kami. 😄
dangerously beautiful | dok. pribadi |
Cautions: Hati-hati
dan perhatikan pijakan kaki. Di tanjakan terakhir sebelum sampai Pelawangan
Senaru, trek bantuannya super ekstrim!
Alhamdulillah, Pelawangan Senaru 😆
Legaaaaa setelah pendakian
sepanjang jalur tepian jurang dengan tanjakan batu yang ekstrim, akhirnya
sampai juga di titik ini. Meski siang itu berkabut dan bikin nggak bisa
pemandangan Segara Anak dari sini, tapi seneng banget karena ada pemancar
sinyal 😂 jadilah gue iseng telpon
ngabarin orang rumah sambil duduk memulihkan tenaga. Temen-temen juga pada
telponan. Paling penting ya nelpon ke bawah, ngabarin kalo kita nambah hari. Takut
dikangenin eh dicariin 😅
Berbeda dari Pelawangan Sembalun,
Pelawangan Senaru sepi sekali. Tak tampak tenda pendaki yang berdiri. Setelah
cukup beristirahat, lanjut jalan lagi menuju Pos 3 Senaru! Kami akan camp di sana malam ini. Kabar baiknya,
jalurnya turunan semua! Seneng sih, tapi sebenarnya kaki malah lebih banyak
bekerja, menahan beban badan. Terlebih turun dari Pelawangan sini jalurnya
masih cenderung terbuka dengan tanahnya kering tapi agak licin ya. Jangan
serodotan juga buat melewatinya, dipakelah rem kakinya haha.
"abang duluan aja (ke Pos 3),
biar bisa sekalian masak dulu", karena abang porter jalannya ngebut
kami mempersilakannya berangkat lebih dulu. Badan rasanya masih pengen
leyeh-leyeh di Pelawangan Senaru.
"tapi saya nggak berani kalo harus ninggalin barang buat ambil air, di
sana banyak monyet". wedew.
Sore itu di Pos 3 Senaru kami
hendak mendirikan tenda. Porter kami sudah memilihkan lahan. hanya saja kami
agak kesulitan mengatur posisi tenda karena lahan tersebut berada di tepi jalur
pendakian.
"bang, kalo kita pindah dekat shelter di atas situ gimana?"
"sebaiknya di sini saja. itu biar ditempati pendaki lain yg malam nanti
baru sampai sini. kasihan kalo dapat tempat yg susah buat diriin tenda".
His thinking got me amazed for minding
the other.
Salah satu benefit kalo pake jasa
porter adalah kita bisa tag tempat buat nenda (secara kan abang porter jalannya
pada ngebut, jadi bisa sampai duluan buat tag tempat). Terlebih lagi kalo
pendakian kita barengan sama event
tertentu yg kadang 'menyita' sebagian besar lahan berkemah karena di'booking' untuk
serombongan pendaki dalam jumlah besar.
Sewaktu kami pertama datang, kami
istirahat dulu di shelter bergabung dengan seorang abang-abang yang sudah lebih
dulu duduk di sana. Belakangan baru tau kalo abangnya seorang porter yang
sedang menunggu tamunya pergi mengambil gambar ke Pelawangan. Dan ternyata
abangnya satu kampung sama gue 😄. Langsung
deh abangnya semangat ngajak ngobrol gue sama temen-temen pake bahasa jawa. Karena
porter Rinjani umumnya masyarakat lokal asli Lombok, pasti dia jarang banget
ngobrol pake bahasa jawa. Obrolan mengalir gitu aja. Lumayan, nambah kenalan
dan bikin lupa sama pegel-pegel di badan.
Senin, 1 Mei 2017
08.45 start pos 3.
Karena trek menurun, jalan ngebut
kayak apaan tau. But my leg got slipped
when stepped on the root.
Gubrak! (never ever lose your mind. stay focus. Motivasi
diri dengan ngebayangin mandi air hangat di penginapan? 😂
09.45 sampai Pos 2 yg konon.. ah
sudahlah.
Lanjut terus menapaki jalan
setapak di tengah hutan. Oiya, turun dari Pos 3 treknya emang masuk hutan, jadi
bakal sering berpijak pada akar pohonan. Lebih teduh sih perjalanan kita. Siapin
rem aja pokoknya karena turunan semua isinya.
11.05 pos 1. tulisan di papan
penanda sih 1 Km sebelum pintu Senaru.
"berapa lama lagi nih, bang?", ketemu abang porter yg menemani
tamunya sedang istirahat, nanya-nanya deh.
"30 menit lagi lah", jawaban yg penuh pengharapan.
"kalo tempat penjemputan mobil ke Sembalun di sana juga ya bang?".
"mobil nggak bisa masuk. jalan 30 menit lagi", #wannacry wkwk lalu kami mulai
menghitung nomor pohon yg angkanya semakin kecil mendekati Pintu Senaru.
11.37 Alhamdulillah Pintu Senaru 🙇
Setelah lapor, istirahat bentar
dan bikin Boomerang dulu (penting banget) segera lanjut jalan menyusuri kebon
kopi dan kakao. Eh, ada lutung gelantungan! huwaaaaa
kaki gue... 😂 lutungnya
sih di pohon, kaki guenya udah sempoyongan buat jalan, padahal treknya lurus
lurus aja mengikuti jalan beton perkampungan penduduk. Ada toko souvenir juga
diskip aja, pengen cepet nyampe tempat penjemputan. Tapi pas udah sampe,
mobilnya belum sampe #wannacry
jadinya melipir ke warung minum es campur 3.000/gelas. Seperti oase di padang
gurun ~
"din..din..", horeee jemputan datang.
Siapa yang menyangka kalau naik
pick-up menempuh Senaru - Sembalun justru menjadi 1 JAM perjalanan kami yang
paling memabukkan -literally. Dihajar
jalanan yang curam berkelok naik turun, perut mual, kepala pusing, dan ingin
segera berakhir. Alhamdulillah nyampe basecamp
dibikinin teh hangat, mualnya jadi ilang.
Setelah 5 hari menjelajahi ketinggian Rinjani,
akhirnya kami kembali.. kembali mencari sinyal internet, buat pesan penginapan
pokoknya yg ada fasilitas air hangatnya 😆
Komentar
Posting Komentar