Langsung ke konten utama

#mendadakrinjani Pendakian Impulsif Gunung Rinjani 3.726 mdpl

the impulsive traveling always brings tremendous adventure cause nothing to expect.

ray of light | dok. pribadi

besok kuliah libur.
Yuk naik gunung!
dan 48 jam kemudian takdir Tuhan membawa kami menjejakkan kaki di bumi Rinjani.

Sebuah keputusan impulsif dan spontan memang. Hanya berawal dari celetukan seorang kawan saat kami makan siang bersama yang kemudian menjadi sebuah kesepakatan beberapa menit berikutnya. Semua berjalan begitu cepat. Riset minimalis bermodal cerita pengalaman kawan yang sudah pernah mengunjungi Rinjani sebelumnya. Dari mereka juga kami memperoleh kontak koordinator porter sekaligus arranger pendakian. All set, then we just flew away to Lombok!
Pintu Sembalun. bismillah... | dok. pribadi
Kamis, 27 April 2017

Setelah menyelesaikan proses registrasi, lanjut naik mobil pick-up yang mengantarkan kami menuju titik awal pendakian - pintu Sembalun.

9.05 start pendakian.
Trek awal berupa sabana yang luas, jalur landai, minim pohonan, sesekali menyeberangi sungai kering bekas aliran lahar.
padang sabana | dok. pribadi
10.35 pos 1.
Berbagi shelter dengan pendaki lain. kalo nggak kebagian tempat, ya ngesot di rumput sambil ngemil pisang. beruntung gumpalan awan lewat untuk beberapa saat, jadi peneduh saat beristirahat.

11.30 pos 2.
Sebenarnya udah kelihatan dari pos 1, tapi pas dijalanin kayak nggak nyampe-nyampe 😂

Karena udah masuk jam makan siang, rombongan pendaki mancanegara pada duduk manis di kursi atau tikar yang digelar, menunggu porter menyiapkan nasi goreng spesial pake telor mata sapi dengan hidangan penutup buah-buahan tropis seperti nanas, pisang, dan semangka. kami belum begitu lapar, jadi mending lanjut jalan.

Pos 2 | dok. pribadi

Lepas Pos 2 jalur mulai nanjak. mulai engap dan paha sempat kram. gini nih, #mendadakrinjani tanpa persiapan memadai 😂. jadi ya jalan pelan-pelan deh.

10 menit sebelum pos 3

Ada pos 3 ekstra. akhirnya memutuskan istirahat sambil gelar lapak makan siang. yeay 😄

Ketika beristirahat di Pos 3 ekstra gue bergabung sama teman-teman duduk-duduk di rumput ngobrol dengan satu dua porter yang sedang istirahat juga. Bapak porternya ngasih gambaran trek #rinjani dan tips untuk melintasinya yang di beberapa titik dinilai cukup berat/menguras tenaga. Intinya sih, kalo capek ya istirahat, tidak perlu memaksa. Usahakan istirahatnya sebentar dan sambil berdiri saja.


ngobrol sama porter dapat tips and trick | dok. pribadi

Tak lama setelah bapak porternya pamit melanjutkan perjalanan, kami melipir ke shelter untuk berteduh, sholat dan menunggu santap siang yang sedang dipersiapkan oleh porter kami. Perut kenyang, lanjut nanjak 10 menit saja untuk sampai di Pos 3.

Porter kami memilihkan tempat camp di dekat semak, di seberang sungai kering berpasir. kalau dari keterangan pendaki lain esok harinya, mereka yang camp di pasir itu pada kedinginan karena kemungkinan menjadi jalur angin juga. Kami yang bermalam di balik semak alhamdulillah bisa tidur nyenyak dan dengan tingkat dingin yang masih bisa diantisipasi.
 
Pos 3 | dok. pribadi

Jumat, 28 April 2017
9.00 start pos 3
Trek langsung nanjak, melipir sepanjang punggungan 7 Bukit Penyesalan.

Kenapa disebut demikian?
Karena di sisi kiri puncak Anjani begitu dekat rasanya, namun tanjakan demi tanjakan dengan elevasi beragam di depan mata seakan tidak ada habisnya karena perbukitannya semakin naik dan naik. Jalur tanah kering pada bidang miring yang rawan membuat kita tergelincir. Alhamdulillah masih ada sedikit bonus, meski hanya sepanjang 3-5 meter mendatar.

Tips dari porter kemarin: berpijaklah di tanah hitam atau bekas pijakan orang.

7 Bukit Penyesalan | dok. pribadi

Hijaunya sekitar atau kabut tebal yang menghampiri mungkin mengalihkan perhatian. Sebaiknya gunakan masker/buff untuk menutupi hidung dan mulut karena sebenarnya trek ini cukup berdebu. Kalau sudah sampai di Pos ekstra, itu tandanya sudah separo jalan. 3 bukit menanti di depan. Tetap semangat sebentar lagi sampai Pelawangan 💪 yosh! 


Setelah lebih kurang 3 jam pendakian melintasi 7 bukit penyesalan, akhirnya sampai juga di Pelawangan Sembalun. hosh! Gue langsung aja duduk selonjoran dan meneguk habis sisa air di botol minum.

Lagi leyeh-leyeh, porter kami melintas sambil bilang,"kita camp agak sanaan lagi ya dekat sumber air".

Gue sama temen-temen mah iya-iya aja sambil nimpalin,"duluan aja, bang".

Setelah cukup memulihkan tenaga, segera kami menyusul porter kami. Terus nanya ke abang-abang lewat,"camp deket sumber air sebelah mana bang?".

"ya, sekitar 20 menitan lah". (((dua puluh menit))) duh, air gue udah terlanjur dihabisin 🙈

Jadi, ternyata kami baru sampai di ujung Pelawangan sementara camp yg dituju di ujung Pelawangan yg lain. Pelawangan berlokasi di sepanjang punggungan (agak) datar dengan jurang di kedua sisinya. Umumnya Pelawangan Sembalun ini menjadi camp akhir sebelum summit. Nggak heran lah banyak tenda warna warni berjajar.

Pelawangan Sembalun | dok. pribadi
Lalu beli Pocari dulu di lapak abang-abang terdekat yang ternyata harga sebotol kecilnya 30ribu. #fyi ada juga bir bintang kecil 50ribu, kalo yg gede 80ribu. Di pos-pos jalur pendakian emang ada aja abang-abang yg nenda sambil buka lapak jualan. Baru ini nyoba beli dan harganya ya begitulah 😂

Siang-sore itu kabut menyelimuti. Sekali waktu kabut tebal menggumpal, di lain waktu tipis terbawa angin. Setelah istirahat dan makan, akhirnya kami pun memilih tidur siang. Itung-itung memulihkan kembali stamina tubuh, sebelum nanti malam berangkat summit!

an evening before summit.
Ketika malam tiba dan bintang bintang secara kasat mata menyemarakkan angkasa pantang untuk melewatkannya. Keluar sebentar, memasang kamera pengambil gambar. Langit berbintang dengan jajaran tenda sebagai latar.

Pelawangan Sembalun malam hari | dok. pribadi
23.30 bangun / persiapan summit.
Seruput minuman hangat & memakan beberapa biji kurma. Badan dibalut 3 lapis baju. Kupluk dipake sampe menutup telinga. Ditambah headlamp di kepala. Buff melingkar di leher, jaket tebal dirapatkan, sarung tangan membungkus jemari. Tali sepatu dikencangkan, tak lupa gaiternya dipasang. Mengatur panjang trekking poles dan melakukan pemanasan.

Sabtu, 29 April 2017

00.30 berdoa lalu mulai summit!

Baru 5 menit jalan ada yang teriak,"ada yg tau jalan? kok ini jurang?". Grup pendaki di depan kami kebingungan. Tak lama grup pendaki lain datang dan mengarahkan ke jalur yang benar. Gelap serta minim penanda. Jalur bercabang kami mulai menerka hingga melipir jalur yang curam. Sampailah di jalur bonus yang landai. Bisa melenggang sambil menikmati kerlip lampu di bawah sana berteman jutaan bintang di angkasa.

Dalam hati, kok makin nanjak ya? Kaki mulai berat melangkah, semakin lama elevasi meningkat tajam. Jalur berubah terbuka berpasir dan berkerikil dengan jurang di kiri kanan. Trekking poles semakin menancap dalam, menahan pijakan kaki agar tidak melorot. Oksigen menipis, napas mulai engap juga kantuk datang menyergap. Adrenalin makin terpacu ketika kabut tebal menyelimuti dan angin kencang menghembuskan dingin yang menusuk. Tanjakan tanpa ampun!



tips: terus bergerak! istirahat sesekali sebentar saja sambil berdiri. lupakan ujung tanjakan ini, terus melangkah sambil berdoa menguatkan diri.



Akhirnya sampai di lorong jalur di balik batu besar. Kembali bercabang membingungkan. Lagi-lagi melipir batuan di bibir jurang.


15-20 menit kemudian,"selamat datang!". 4 pemuda menyambut dan memeluk kami bergantian.

"ini sudah sampai puncak?", tanyaku tak percaya. Hati mengharu biru tapi dingin mencegah air mata ini mengalir.

Alhamdulillah…

summit trek | dok. pribadi

after sun rise, Top of Mt. Rinjani 3.726 asl | dok. pribadi

Sebentar lagi jam 05.00, matahari segera terbit. Kami bergegas tayamum untuk menunaikan subuh. DINGIN MENUSUK! Menahan sakitnya hawa dingin yang merasuk, gue berusaha keras menyelesaikan gerakan-gerakan sholat. Segera membungkus diri dan berpelukan dengan kawan di dalam sarung. Dulu sewaktu summit di Semeru cara ini berhasil, terlebih kami bisa sembunyi di balik batu besar tak jauh di bibir puncak. Sementara di sini, benar-benar terbuka. Tak ada batu besar serupa. Maka hingga matahari terbit dan meninggi, gue masih menggigil kedinginan di balik kain sarung yang melingkar di badan




after summit | dok. pribadi

Sekitar pukul 10.00 di camp Pelawangan Sembalun.



"nanti berangkat ke danau jam berapa, pak?"



"sekitar jam 12 lah"

"hm, setengah 1 aja gimana?", lalu pada sibuk merebahkan diri untuk tidur; secara abis summit balik tenda terus makan kenyang, masih ada sedikit waktu yang bisa dimanfaatkan untuk memulihkan stamina.

Gue males tidur. Lebih memilih duduk-duduk di luar sambil jagain tenda dari monyet-monyet yang tadi sempat mencuri periuk nasi kami. Siang itu kawanan monyet memang banyak yang menyambangi Pelawangan Sembalun, berburu makanan. Abang porter nyamperin sambil ngajakin ngobrol.

"ke danau trekking berapa lama bang?"
 
"sekitar 3 jam lah, tinggal turun aja".


"jalurnya gimana?"



"jalurnya batu-batu"



Pas dijalanin, nggak tau kenapa gue bete banget rasanya. Mungkin karena gue masih capek abis summit, terus nggak tidur lagi. Terlebih trek di satu jam pertama FULL berpijak di batu batu juga tangga semen yang menurun cukup ekstrim. Padahal udahnya jalurnya lebih landai tapi betenya nggak ilang-ilang 😂. Menjadi 3 jam-an perjalanan yang terasa berat. Satu-satunya motivasi ya ngebayangin pas nyampe danau nyari kolam air panas mau rendam kaki.


Begitu sampai danau, langsung bersiap untuk berendam. Karena hari sudah sore jadi kami mendatangi kolam air panas yang kecil di bawah air terjun sekira 5 menit jalan kaki dari tenda. Ngantri, pak! Ganti-gantian sama pendaki lain. Jadi berendamnya tau diri lah. Nggak seberapa lama yang penting capek di kaki sama badan pada luntur.

*maaf ih nggak bawa ponsel atau kamera jadi nggak ada fotonya. Padahal bagus banget pemandangannya. Kolam kecil sumber air panas di bawah dua buah air terjun besar.

"jadinya pulang lewat Senaru atau Sembalun?", abang porter mencoba mengkonfirmasi.

Awalnya rencana kita 4 hari 3 malam. Tapi sepertinya berubah jadi 5 hari 4 malam. Mau nggak mau logistik harus menyesuaikan. Sementara untuk pilihan rute, kata abangnya sama aja mau balik arah ke Sembalun atau lanjut Senaru. Sama-sama nanjak! (turun gunung tapi kudu nanjak dulu 😂) yah, kalo gitu mending lanjut Senaru deh biar sekalian tau jalur yang lain. Semangat! 💪

Minggu, 30 April 2017

Pemandangan pagi di depan tenda kami. Barujari dan para pemancing ikan. Banyak pendaki yang memancing ikan di danau. Sementara kami repacking keril, abang porter sudah mondar mandir nyari cacing buat umpan ikan. Lumayan bisa jadi sumber makanan baru di tengah stok logistik yang menipis.

Segara Anak dan Gunung Barujari | dok. pribadi

Karena hari semakin siang dan si abang tak kunjung datang. Akhirnya berinisiatiflah masak indomie. Masak 4 bungkus jadi satu di wajan besar dan ludes dalam hitungan detik dimakan keroyokan berempat. Untung sudah menyisihkan satu piring buat abangnya. Pas abangnya datang, dia kaget dan seperti merasa bersalah. Santai bang ~ ikannya dimasak nanti aja di Senaru, ya. Kita berangkat dulu lah, bisi kesiangan. Yok!



fairy stream | dok. pribadi

Meninggalkan camping ground, trekking menuju Senaru dimulai dengan menyeberangi aliran sungai layaknya di negeri dongeng. Meniti batuan sambil menenteng sepatu. Usai melintasi sungai, barulah sepatu dipakai lagi. Lanjut menyusuri tepian danau selama +/- 30 menit hingga sampailah di tanah terbuka yang cukup lapang dan berbatu di sisi lain danau ini.
 
Setelah itu mulai masuk kawasan vegetasi yang lebih rapat pohonan meski masih didominasi belukar/rerumputan yang tinggi. Nanjak terus minim bonus. hosh!

batu ceper | dok. pribadi
"ini namanya Batu Ceper", abang porter memberitahu nama tempat di mana kami memutuskan untuk beristirahat sebentar setelah melewati jalur yang isinya tanjakan melulu. Alhamdulillah 😆



Waktu menunjukkan hampir pukul 11.00, berarti sekitar 1,5 - 2 jam perjalanan sudah kami tempuh sejak meninggalkan camping ground Segara Anak. Karena hari sudah siang, wajar saja kabut mulai sering menyelimuti. Kami pun menenggak air minum beberapa teguk menjadi penyegaran kembali untuk melanjutkan perjalanan.



Masih di seputaran Batu Ceper naik sedikit. Sesaat kabut terbuka, gue sama temen tertarik buat foto pemandangan di bawah sana. Lalu tiba-tiba ada yg nyeletukin,"foto dari atas sini mas lebih bagus".

Spontan gue nengok ke atas, rupanya abang porter grup pendaki sebelah lagi duduk istirahat di antara batu-batu besar di atas kami. Kami pun nyamperin ke tempat abangnya. dan "waaaah", jepret!

penyegaran | dok. pribadi
"ini ke atas masih jauh bang?", iseng gue nanya.

"kalo udah nyampe sini, udah setengah jalan ini", jawabnya santai.

"baiklah, kami duluan ya bang", dalam hati, lumayan udah setengah jalan.

Trek yang sangat menantang sudah menanti di depan. Ketika bahaya dan pesona menyatu dalam sebuah jalur pendakian yang mendeskripsikan trek Senaru ini. Melangkah penuh hati-hati, waspada dan selalu berdoa.

Trek terjal berbatu dan curam, melipir sepanjang tepian jurang. Sesekali landai, namun tak jarang kita harus manjat dan berpegangan pada batu-batu ala spiderman. Jalur seperti ini kita tempuh selama 1-2 jam. Istirahatnya sebentar-sebentar saja. Tapi harus berhati-hati karena sisi kiri langsung jurang berbatu. Jadi usahakan memilih tempat istirahat yang aman, lebih baik bersandar di dinding tebing sebelah kanan daripada duduk membelakangi jurang.

dangerously beautiful | dok. pribadi
Ketika lelah menghampiri, gue selalu nengok ke sisi kiri. Melihat indahnya Segara Anak dan gunung Barujari. Bisa jadi booster dan penyemangat melangkah lagi. Tapi gue juga nggak mau banyak berharap. Nggak mau ngeluh, dan nggak berani ngedongak ke atas jauh. Ya, dari pada ke-PHP, mending jalani aja dulu jalan setapak di depan kami. 😄

Cautions: Hati-hati dan perhatikan pijakan kaki. Di tanjakan terakhir sebelum sampai Pelawangan Senaru, trek bantuannya super ekstrim!

Alhamdulillah, Pelawangan Senaru 😆

Legaaaaa setelah pendakian sepanjang jalur tepian jurang dengan tanjakan batu yang ekstrim, akhirnya sampai juga di titik ini. Meski siang itu berkabut dan bikin nggak bisa pemandangan Segara Anak dari sini, tapi seneng banget karena ada pemancar sinyal 😂 jadilah gue iseng telpon ngabarin orang rumah sambil duduk memulihkan tenaga. Temen-temen juga pada telponan. Paling penting ya nelpon ke bawah, ngabarin kalo kita nambah hari. Takut dikangenin eh dicariin 😅

Pelawangan Senaru | dok. pribadi
Berbeda dari Pelawangan Sembalun, Pelawangan Senaru sepi sekali. Tak tampak tenda pendaki yang berdiri. Setelah cukup beristirahat, lanjut jalan lagi menuju Pos 3 Senaru! Kami akan camp di sana malam ini. Kabar baiknya, jalurnya turunan semua! Seneng sih, tapi sebenarnya kaki malah lebih banyak bekerja, menahan beban badan. Terlebih turun dari Pelawangan sini jalurnya masih cenderung terbuka dengan tanahnya kering tapi agak licin ya. Jangan serodotan juga buat melewatinya, dipakelah rem kakinya haha.

"abang duluan aja (ke Pos 3), biar bisa sekalian masak dulu", karena abang porter jalannya ngebut kami mempersilakannya berangkat lebih dulu. Badan rasanya masih pengen leyeh-leyeh di Pelawangan Senaru.

"tapi saya nggak berani kalo harus ninggalin barang buat ambil air, di sana banyak monyet". wedew.

Sore itu di Pos 3 Senaru kami hendak mendirikan tenda. Porter kami sudah memilihkan lahan. hanya saja kami agak kesulitan mengatur posisi tenda karena lahan tersebut berada di tepi jalur pendakian.

"bang, kalo kita pindah dekat shelter di atas situ gimana?"

"sebaiknya di sini saja. itu biar ditempati pendaki lain yg malam nanti baru sampai sini. kasihan kalo dapat tempat yg susah buat diriin tenda". His thinking got me amazed for minding the other.

Salah satu benefit kalo pake jasa porter adalah kita bisa tag tempat buat nenda (secara kan abang porter jalannya pada ngebut, jadi bisa sampai duluan buat tag tempat). Terlebih lagi kalo pendakian kita barengan sama event tertentu yg kadang 'menyita' sebagian besar lahan berkemah karena di'booking' untuk serombongan pendaki dalam jumlah besar.

Sewaktu kami pertama datang, kami istirahat dulu di shelter bergabung dengan seorang abang-abang yang sudah lebih dulu duduk di sana. Belakangan baru tau kalo abangnya seorang porter yang sedang menunggu tamunya pergi mengambil gambar ke Pelawangan. Dan ternyata abangnya satu kampung sama gue 😄. Langsung deh abangnya semangat ngajak ngobrol gue sama temen-temen pake bahasa jawa. Karena porter Rinjani umumnya masyarakat lokal asli Lombok, pasti dia jarang banget ngobrol pake bahasa jawa. Obrolan mengalir gitu aja. Lumayan, nambah kenalan dan bikin lupa sama pegel-pegel di badan.
 
Senin, 1 Mei 2017


08.45 start pos 3.

Karena trek menurun, jalan ngebut kayak apaan tau. But my leg got slipped when stepped on the root.

Gubrak! (never ever lose your mind. stay focus. Motivasi diri dengan ngebayangin mandi air hangat di penginapan? 😂



09.45 sampai Pos 2 yg konon.. ah sudahlah.

Lanjut terus menapaki jalan setapak di tengah hutan. Oiya, turun dari Pos 3 treknya emang masuk hutan, jadi bakal sering berpijak pada akar pohonan. Lebih teduh sih perjalanan kita. Siapin rem aja pokoknya karena turunan semua isinya.

11.05 pos 1. tulisan di papan penanda sih 1 Km sebelum pintu Senaru.

"berapa lama lagi nih, bang?", ketemu abang porter yg menemani tamunya sedang istirahat, nanya-nanya deh.

"30 menit lagi lah", jawaban yg penuh pengharapan.

"kalo tempat penjemputan mobil ke Sembalun di sana juga ya bang?".

"mobil nggak bisa masuk. jalan 30 menit lagi", #wannacry wkwk lalu kami mulai menghitung nomor pohon yg angkanya semakin kecil mendekati Pintu Senaru.

11.37 Alhamdulillah Pintu Senaru 🙇



finally... Pintu Senaru | dok. pribadi

Setelah lapor, istirahat bentar dan bikin Boomerang dulu (penting banget) segera lanjut jalan menyusuri kebon kopi dan kakao. Eh, ada lutung gelantungan! huwaaaaa kaki gue... 😂 lutungnya sih di pohon, kaki guenya udah sempoyongan buat jalan, padahal treknya lurus lurus aja mengikuti jalan beton perkampungan penduduk. Ada toko souvenir juga diskip aja, pengen cepet nyampe tempat penjemputan. Tapi pas udah sampe, mobilnya belum sampe #wannacry jadinya melipir ke warung minum es campur 3.000/gelas. Seperti oase di padang gurun ~



"din..din..", horeee jemputan datang.



Siapa yang menyangka kalau naik pick-up menempuh Senaru - Sembalun justru menjadi 1 JAM perjalanan kami yang paling memabukkan -literally. Dihajar jalanan yang curam berkelok naik turun, perut mual, kepala pusing, dan ingin segera berakhir. Alhamdulillah nyampe basecamp dibikinin teh hangat, mualnya jadi ilang.
 
Setelah 5 hari menjelajahi ketinggian Rinjani, akhirnya kami kembali.. kembali mencari sinyal internet, buat pesan penginapan pokoknya yg ada fasilitas air hangatnya 😆 

thank God for the tremendous days of our life. Alhamdulillah...




very special thanks to:


the Porter: Pak Ades

Ki-Ka: Prasasta, Reza, the Arranger: mbak Rara/Era, Gue, Khairuddin
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gara-Gara (Larangan) Tripod (Masuk Kabin Pesawat)

Namanya juga impulsif dan spontan, pasti ada aja ‘kejutan-kejutan’ sepanjang perjalanan. Anggaplah ini sebagai side stories atau cerita di balik layar #mendadakrinjani di postingan sebelumnya . Jadi, gue bakal ngulik hal-hal yang nggak seindah yang terlihat dalam pendakian Gunung Rinjani. Razia di bandara | dok. pribadi Perasaan gue campur aduk, excited tapi sekaligus juga deg-degan. Padahal gue udah duduk di ruang tunggu Bandara Internasional Minangkabau (BIM) di Padang, menantikan penerbangan menuju Lombok bersama kawan-kawan. Kami bermaksud untuk mendaki Gunung Rinjani, dalam kesepakatan dan berkeputusan yang serba dadakan. Banyak yang bilang kalau bikin acara dadakan kemungkinan realisasinya lebih besar dibandingkan acara yang direncanakan jauh-jauh hari. Gue pun lebih sering melakukan perjalanan yang nggak terlalu terikat perencanaan atau persiapan matang. Tapi kan ini naik gunung. Butuh persiapan lebih –setidaknya bagi gue pribadi. Mulai dari nyiapin peralatan,...

Seperti Bintang: Ada, Meski Tak (Selalu) Terlihat

“ Aku menikah tahun depan. ” Bagaimana perasaanmu mendengar kalimat itu terlontar dari mulut sahabatmu? Aku tersenyum dan membelalakkan mata. Bagiku, ini adalah salah satu berita yang menggembirakan. Meski sebenarnya bukan hal yang mengejutkan karena aku pun telah lama menantikannya. Dalam hati ingin ku teriakkan ‘AKHIRNYAAA’, tapi aku tahu suaranya bergetar saat mengungkapkan hal itu. Ku tahan euforia di dada, ku pasang telinga bersiap untuk mendengarkan apa yang mungkin menjadi kegusarannya. “Aku mau puas-puasin jalan-jalan dulu. Mungkin ini tahun terakhirku”, katanya melanjutkan. Raut mukanya menunjukkan kekhawatiran seolah menikah menjadi akhir karirnya jalan-jalan. # Perkenalkan, Sadam Febriansyah, sahabatku. Kami saling mengenal sejak taman kanak-kanak dan tinggal di satu lingkungan yang sama. Pertemanan kami semakin dekat ketika kami masuk ke sekolah dasar. Satu sama lain cukup kompetitif memperebutkan juara kelas, tetapi aku yang menang kami bersain...

Bro (Travel)Mate

Salah satu ‘ partner in crime ’ ku telah memulai fase kehidupan baru: Menikah. Ku turut bahagia dan ingin memberikan sebuah ‘kado kecil’ ini untuknya. Sekilas cerita kami dalam banyak kesempatan melakukan perjalanan bersama. Awalnya aku join kompetisi menulis cerita bertema travelmates pada tahun 2014. Dua puluh naskah terpilih akan dibukukan. Aku senang sekali ketika menerima email dari penyelenggaranya bahwa ceritaku terpilih. Belum berkesempatan punya buku sendiri, setidaknya ini bisa menjadi salah satu cara agar karyaku bisa dinikmati lebih banyak orang. Apalagi kalau teman seperjalananku juga membacanya. Dia yang menjadi objek cerita, ku harap bisa menjadi sebuah persembahan untuknya. Karena satu dan lain hal, buku kumpulan cerita itu belum menemukan takdir penerbitannya. Jadi, cerita ini belum sempat dibacanya. Ku ingin (sekali lagi) mencoba untuk menyampaikan ini padanya. Jadilah ku sunting naskahnya dan ku unggah di laman blog pribadiku ini. Here we go… ...