Langsung ke konten utama

Festival Bau Nyale

Mengapa saya ingin pergi mengunjungi Lombok? Sejauh yang saya ketahui tentang pesona wisatanya, Lombok menawarkan keindahan pantai Senggigi yang tersohor sebagai primadona di bagian barat pulau ini. Bila mau    bergeser lebih ke barat lagi, di sana terdapat pulau-pulau kecil bernama depan Gili dengan pantai-pantainya nan eksotis. Membawa kita seperti berada di surga katanya. Belum lagi keberadaan gunung api tertinggi kedua di Indonesia, Gunung Rinjani, yang menaungi dengan kabut magisnya. Jangan lupa untuk menyambangi Segara  Anakan, danau di ketinggian 2000 mdpl di tengah Gunung Rinjani.

Lombok memang mempunyai panorama alam berupa pantai dan gunung yang spektakuler. Namun, satu hal yang menggelitik keingintahuan saya. Festival Bau Nyale. Tradisi perburuan cacing yang saya ketahui dari mata kuliah Budaya Nusantara. Upacara Bau Nyale sendiri merupakan ritual adat yang diyakini dapat mendatangkan kesejahteraan. Masyarakat pun beramai-ramai turun ke pantai pada dini hari untuk menangkap cacing berwarna-warni yang tergulung ombak ke garis pantai yang surut. Acara ini digelar rutin di setiap tahun usai bulan purnama sekitar Februari atau Maret. Berharap suatu saat saya bisa turut serta dalam keriuhan dan antusiasme perburuan 'cacing menyala' yang hanya muncul setahun sekali itu.

Tampak masyarakat turun ke pantai berburu Nyale | source: depz

Komentar

  1. wah unik nih...
    makasih yah udah berpartisipasi :)
    salam kenal

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih sudah datang berkunjung, suatu kehormatan bagi saya karena 'duta wisata' Lombok menyempatkan diri untuk membaca artikel sederhana ini. hehe

      terima kasih untuk kuisnya,
      semoga sukses untuk pariwisata Indonesia, dan Lombok khususnya :)

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gara-Gara (Larangan) Tripod (Masuk Kabin Pesawat)

Namanya juga impulsif dan spontan, pasti ada aja ‘kejutan-kejutan’ sepanjang perjalanan. Anggaplah ini sebagai side stories atau cerita di balik layar #mendadakrinjani di postingan sebelumnya . Jadi, gue bakal ngulik hal-hal yang nggak seindah yang terlihat dalam pendakian Gunung Rinjani. Razia di bandara | dok. pribadi Perasaan gue campur aduk, excited tapi sekaligus juga deg-degan. Padahal gue udah duduk di ruang tunggu Bandara Internasional Minangkabau (BIM) di Padang, menantikan penerbangan menuju Lombok bersama kawan-kawan. Kami bermaksud untuk mendaki Gunung Rinjani, dalam kesepakatan dan berkeputusan yang serba dadakan. Banyak yang bilang kalau bikin acara dadakan kemungkinan realisasinya lebih besar dibandingkan acara yang direncanakan jauh-jauh hari. Gue pun lebih sering melakukan perjalanan yang nggak terlalu terikat perencanaan atau persiapan matang. Tapi kan ini naik gunung. Butuh persiapan lebih –setidaknya bagi gue pribadi. Mulai dari nyiapin peralatan,...

Seperti Bintang: Ada, Meski Tak (Selalu) Terlihat

“ Aku menikah tahun depan. ” Bagaimana perasaanmu mendengar kalimat itu terlontar dari mulut sahabatmu? Aku tersenyum dan membelalakkan mata. Bagiku, ini adalah salah satu berita yang menggembirakan. Meski sebenarnya bukan hal yang mengejutkan karena aku pun telah lama menantikannya. Dalam hati ingin ku teriakkan ‘AKHIRNYAAA’, tapi aku tahu suaranya bergetar saat mengungkapkan hal itu. Ku tahan euforia di dada, ku pasang telinga bersiap untuk mendengarkan apa yang mungkin menjadi kegusarannya. “Aku mau puas-puasin jalan-jalan dulu. Mungkin ini tahun terakhirku”, katanya melanjutkan. Raut mukanya menunjukkan kekhawatiran seolah menikah menjadi akhir karirnya jalan-jalan. # Perkenalkan, Sadam Febriansyah, sahabatku. Kami saling mengenal sejak taman kanak-kanak dan tinggal di satu lingkungan yang sama. Pertemanan kami semakin dekat ketika kami masuk ke sekolah dasar. Satu sama lain cukup kompetitif memperebutkan juara kelas, tetapi aku yang menang kami bersain...

Bro (Travel)Mate

Salah satu ‘ partner in crime ’ ku telah memulai fase kehidupan baru: Menikah. Ku turut bahagia dan ingin memberikan sebuah ‘kado kecil’ ini untuknya. Sekilas cerita kami dalam banyak kesempatan melakukan perjalanan bersama. Awalnya aku join kompetisi menulis cerita bertema travelmates pada tahun 2014. Dua puluh naskah terpilih akan dibukukan. Aku senang sekali ketika menerima email dari penyelenggaranya bahwa ceritaku terpilih. Belum berkesempatan punya buku sendiri, setidaknya ini bisa menjadi salah satu cara agar karyaku bisa dinikmati lebih banyak orang. Apalagi kalau teman seperjalananku juga membacanya. Dia yang menjadi objek cerita, ku harap bisa menjadi sebuah persembahan untuknya. Karena satu dan lain hal, buku kumpulan cerita itu belum menemukan takdir penerbitannya. Jadi, cerita ini belum sempat dibacanya. Ku ingin (sekali lagi) mencoba untuk menyampaikan ini padanya. Jadilah ku sunting naskahnya dan ku unggah di laman blog pribadiku ini. Here we go… ...