M.B.K "Menunggu Berharap Kepastian"
"ku akan menanti... meski harus
penantian panjang..."
Seringkali saya menghibur diri dengan
mendendangkan potongan lirik dari single pertama Nikita Willy tersebut di kala
saya harus menunggu. Mungkin terdengar aneh. Tapi setidaknya saya bisa
meyakinkan diri sendiri untuk bersabar hingga apa yang ditunggu tiba.
Hari ini kami memutuskan untuk tetap
melanjutkan perjalanan mengunjungi kota berjulukan "Mawar Utara",
Chiang Mai. Kota yang berjarak 700 kilometer arah Barat Laut dari ibukota
Thailand ini rencananya akan kami tempuh dengan menggunakan kereta api
berangkat dari stasiun Hua Lampong, Bangkok.
Sayang rasanya kalau sampai melewatkan
Chiang Mai ketika mengunjungi negeri Gajah Putih ini. Suasananya yang sejuk,
tenang dan biaya hidup yang murah bisa menjadi pertimbangan penting selain
keberadaannya sebagai salah satu kota tujuan wisata. Yeah, let's call it a getaway. Dengan keterbatasan
dana kenapa tidak kita optimalkan untuk melihat kota lain yang tentu melahirkan
cerita dan pengalaman baru daripada tetap stay di Bangkok dan mungkin sisa
bekal uang yang kami miliki tidak mencukupi.
Dari perencanaan nekad itulah akhirnya kami
memutuskan untuk tarik tunai di ATM. Sengaja memang telah saya sisihkan
travel-life cost untuk perjalanan selama di Thailand dalam rekening saya
sebagai upaya menahan diri untuk ini dan itu dengan mencukupkan uang tunai yang
dipegang terlebih dahulu. Selain itu, biar ada pengalaman tarik tunai di ATM di
luar negeri. Hihi #norak
Coba tengok kartu debit Anda. Bila ada logo
Visa, maka kita dapat mengambil uang melalui mesin ATM berlogo Visa ketika
bepergian keluar negeri. Tentu penggunaan layanan ini mengenakan sejumlah biaya
administrasi tertentu sesuai kebijakan masing-masing bank. Silahkan hubungi
call center bank penyedia jasa layanan keuangan Anda untuk informasi lebih
lanjut.
Kami berpikir untuk melakukan tarik tunai
di mesin ATM yang ada di pusat perbelanjaan saja, itung-itung biar bisa
sekalian jalan-jalan -window shopping, not buying. Kawasan pusat perbelanjaan
di Bangkok yang terkenal adalah daerah Siam. Kami memilih MBK (Mahboonkrong)
sebagai mal yang ramah di kantong. Bisa dibilang semacam ITC, tapi nggak
menye-menye. Sehari sebelumnya saya sempat bertanya kepada Om Ariy -author of
travel guide book "Rp 1 Jutaan Keliling Thailand dalam 10 Hari",
melalui twitter untuk menanyakan bagaimana saya bisa mencapai MBK dari Khao San
Road. Naik bus nomor 15, kata beliau. Kita dapat menunggunya di Jalan
Ratchadamnoen Klang Rd arah Monumen Demokrasi.
Well, belajar dari kerancuan angka 50/15 (klik di sini) yang seringkali terjadi, akhirnya saya mengajak Indra untuk mampir pos tourist
information tak jauh dari mulut gang Soi Rambuttri untuk memastikan informasi
dan siapa tahu bisa menunggu busnya bisa di sekitaran sini saja tanpa harus
berjalan jauh ke Monumen Demokrasi.
"Excusme, how can i go to Mahboonkrong?
What bus should i take?" segera saya lontarkan pertanyaan begitu sampai di
sana.
"Bus number FIFT(EEN)Y" Jawabnya
lantang. -tuh kan masih saja terdengar seperti FIFTY, padahal yang dimaksud
adalah FIFTEEN.
"So, where can i find the bus?"
tanya saya kemudian.
"Just go there, you can wait the bus
in front of the 7-11" jelasnya singkat sembari menunjuk-nunjuk ke arah
minimarket 7-11 yang berada sekitar 50 meter dari muka Rambuttri Road -seberang
Soi Rambuttri. Dan memang terlihat banyak orang yang naik turun dari kendaraan
umum di sana.
"Okay, Khoop Khun Krab" (terima
kasih) Kami meninggalkan pos kecil itu dan berbalik arah melangkahkan kaki
menuju pemberhentian bus yang ditunjuk tadi.
Detik yang terus berputar, menit yang terus
berganti, resah pun mulai menghampiri mana kala penantian tak kunjung berakhir.
"Duh, ini beneran lewat sini nggak sih
busnya? Bus dengan nomor lain sudah berapa kali melintas di hadapan kami dan
menaikturunkan penumpang" gerutu saya dalam hati. Saya dan Indra yang
sudah mulai kehilangan kesabaran bahkan menjadi lebih banyak melongok ke jalan
berharap bus nomor 15 segera menampakkan diri.
"Tunggu, apa benar bus nomor 15
(fifteen)? Bagaimana kalau ternyata yang diinformasikan tadi bus nomor 50
(fifty)? Ah, tapi sedari tadi juga tidak ada bus dengan nomor 15 ataupun nomor
50 yang melintas. Ya sudahlah, kalau 10 menit lagi tidak juga datang, nekad
sajalah naik taksi dengan mengubah arah tujuan langsung ke stasiun Hua Lampong
saja" otak rasanya keriting untuk berpikir dan cenderung kepada pemikiran
yang boleh dibilang malah memperkeruh perasaan. Screw you 50/15 effect!
Setidaknya lirik lagu Ku Tetap Menanti
milik Nikita Willy mampu menguatkan saya(?)
Kami melongok ke jalan untuk kesekian
kalinya dan... voila! She's there! Di kejauhan nampak bus dengan cap nomor 15
tertulis jelas di 'dahi'nya. Begitu bus mendekat ke arah kami, bukannya
langsung naik bus, saya berlari kecil ke jendela depan sisi kiri menanyai
seorang perempuan yang duduk di sana.
"Mahboonkrong?" tanya saya sambil
berlari mengimbangi bus yang berjalan lambat. Dia menganggukkan kepala. Saya
dan Indra pun segera membuka langkah lebar memasuki bus. Beruntung masih cukup
banyak tempat duduk kosong yang tersisa. Saya pun memilih untuk duduk di kursi
dekat jendela di sisi kanan. Begitu juga dengan Indra yang duduk di belakang saya. Lumayan kan, sembari
menanti bus yang bergerak mencapai tempat tujuan kita dapat menikmati
pemandangan di sepanjang perjalanan.
Bus umum di Thailand, khususnya yang sedang
saya naiki ini, adalah bus tua yang masih terjaga performa dan kondisi
fisiknya. Badan bus yang besar menjadikannya terlihat memiliki ruang lebih luas
untuk mengangkut penumpang. Sopirnya juga enak mengemudikannya, tidak
ugal-galan. Bila tempat duduk telah terisi semua, tersedia pegangan tangan yang
tergantung di langit-langit bus bagi penumpang yang berdiri. Nah, kalau Anda
ingin turun tinggal pencet saja tombol merah di tiang dekat pintu atau di titik
lain di sekitar bangku. Kebetulan bus ini hanya memiliki satu pintu otomatis
(terbuka/tertutup sendiri) untuk akses keluar masuk penumpang. Salut! Meski
penampakannya jadul, namun kendaraan angkutan massa ini masih dapat berfungsi
dengan baik.
"Song khon" (dua orang) kata saya
sembari mengangsurkan lembaran uang manakala perempuan yang tadi saya tanyai
-ternyata kondektur bus- menarik retribusi untuk membayar karcis. Uniknya,
kondektur menarik bayaran dengan cara membunyikan tabung panjang yang merupakan
tempat peyimpanan uang koin juga alat untuk merobek karcis. Oiya, untuk
menikmati perjalanan menggunakan bus umum ini Anda harus membayar 6,5
Baht/orang.
Keadaan bus yang tadinya cukup lengang,
kini telah penuh sesak tak kalah dengan keadaan metromini Jakarta. Sampai saya
memperhatikan seorang ibu paruh baya berdiri karena tidak kebagian tempat
duduk. Saya pun mempersilakannya duduk di bangku saya.
"Cern krab" (silahkan) saya
berdiri dan menunjuk bangku mempersilahkannya. Beliau tentu menyambutnya dengan
senyum lebar. Lumayan, setidaknya bisa belajar mengaplikasikan frasa-frasa
pendek bahasa Thai. That's the point! ;)
Notes: Anda dapat juga menggunakan kalimat
"Nang si krab/kha" yang berarti silahkan duduk.
Karena sedari tadi lebih banyak diam dan
sekalinya berbicara menggunakan bahasa Thai yang terbatas, akhirnya ibu
kondektur pun memberitahu saya bahwa sebentar lagi kami akan sampai di MBK
dalam bahasa Thai. Ya, saya mah bilang 'krab-kbrab-krab' aja akhirnya, hehe
Perempatan besar kawasan Pathum Wan |
Rupanya kami diturunkan di perempatan besar kawasan Pathum Wan. Begitu turun dari bus pun kami sudah berada di depan Siam
Discovery Bangkok. Salah satu mal besar kawasan Siam di mana di dalamnya
terdapat Galeri Madam Tussaud. -sekarang saya cuma bisa berdiri terpaku
memandang poster besar Madam Tussaud, tapi suatu saat saya berharap bisa masuk
ke sana untuk berfoto dengan patung lilin aktor juga aktris Thailand favorit
saya, Ken Theeradej dan Anne Thongprasom #citacita amin,
MBK sendiri berada di salah satu sudut
persimpangan jalan itu. Kami pun menyusuri jembatan penyeberangan (pedestrian
overpass) yang menghubungkan sisi jalan yang satu ke yang lain bahkan
tersambung hingga ke stasiun BTS Skytrain National Stadium juga sekaligus bisa
langsung menuju ke salah satu pintu masuk MBK di lantai dua dan tiga.
MBK (Mahboonkrong) |
MBK. Bangunan delapan lantai sepanjang 33m
meter dengan kurang lebih 2.500 toko dalam area seluas 89.000 meter persegi
yang didirikan pada tahun 1985 ini pernah dinobatkan sebagai Mal Terbesar di
Asia. Wiiihhh...
Dengan percaya diri kami berjalan memasuki
MBK. Di pintu sudah ada dua penjaga dengan metal detector di tangan. OMG.
Kebayang nggak sih, gendong-gendong backpack besar terus jalan-jalan di mal?
Nekad! But, yes we did. Kami pun dipersilahkan untuk memperlihatkan isi tas.
Sejenak kami turunkan ransel saya dan menunjukkan isinya yang
'umplek-umplekan'. Aman. Tidak ada kolor yang berceceran :)
Selepas pintu masuk saya melihat rak kecil
yang menyediakan free map directory MBK. Ambilah. Niscaya kita tak akan hilang
arah. Di sana informasinya cukup lengkap. Anda dapat dengan mudah menemukan
tenant-tenant penjual barang yang diinginkan. Berbelanja menjadi semakin mudah
karena di tiap lantai sudah terklasifikasi menurut jenis produk. Semisal lantai
6 adalah tempat belanja souvenir dan barang kerajinan Thailand, sementara di
lantai 7 adalah pusat hiburan.
Saat menemukan meja informasi kami pun
menghampirinya dan menanyakan di mana tempat penitipan barang yang biasa
disebut left luggage atau bag deposit. Kami tentu tak ingin terus-terusan
menggendong backpack ke manapun kami pergi. Terlebih di dalam mal seperti ini.
Jika Anda mengalami hal atau keadaan yang mendesak sehingga Anda harus
menitipkan barang bawaan yang segambreng, segeralah menuju Bag Deposit di MBK
lantai 6. Titipkan barang Anda di sana. Kabar baiknya: It's F-R-E-E of charge!
Kita hanya akan dimintai data diri (nama, nomor identitas paspor, dan nomor
telepon yang dapat dihubungi). Penitipan ini buka dari pukul 11 siang sampai 9
malam. Jadi disarankan sebelum lewat jam operasinya ambilah kembali barang yang
Anda titipkan.
Usai menitipkan barang kami pun segera
mengeksplorasi MBK! Dan yang terpenting adalah mencari mesin ATM, masukkan
kartu, beberapa kali menekan tombol, dan... money comes to papa!
Melihat keberhasilan saya tarik tunai di
mesin ATM, Indra pun memutuskan untuk turut serta mencobanya. Tapi sayang,
meskipun di kartu debit miliknya terdapat logo Visa namun penarikan uang tidak
dapat diproses. Apakah mungkin karena jaringan perbankan syariah belum menjalin
hubungan kerja sama? Akhirnya Indra menukarkan uang rupiah yang dia punya di
money changer tak jauh dari mesin ATM tadi. Awalnya kami senang, bekal uang
Baht kami bertambah. Namun setelah dihitung-hitung ternyata nilai tukar rupiah
dihargai sangat rendah! Dari perbandingan perhitungan nilai rupiah dalam
penarikan tunai ATM dan currency exchange, saya rasa penarikan tunai ATM
mungkin bisa dijadikan alternatif pilihan. Karena memang penukaran rupiah di money changer negara tujuan akan sangat jeblok nilai tukarnya. Jadi disarankan tukar rupiahnya
di Indonesia saja sebelum berangkat ke luar negeri atau Anda menukarkan rupiah
Anda dengan US Dollar yang mempunyai nilai tukar lebih stabil dan harga OKE.
Meski transaksi tadi menambahkan Baht ke
dalam kantong kami, tapi kami berusaha untuk menutup mata dan telinga agar
tidak tergoda membeli ini itu. Padahal MBK ini terkenal sebagai pusat
perbelanjaan yang direkomendasikan karna harga yang ditawarkan cukup terjangkau
semua kalangan. Anak sekolahan aja sampai banyak yang terlihat berlalu lalang
di sana -entah untuk sekadar nonton, makan, nongkrong atau bolos sekolah.
Chiang Mai menanti kedatangan kami. Hari
pengelanaan pun masih panjang. Galau finansial sementara terobati. Well, semoga
dalam keterbatasan ini kami masih bisa membayar kebutuhan akomodasi,
transportasi, makan, minum, tiket masuk kunjungan, jajan, dan ingin rasanya
membawa sedikit oleh-oleh untuk keluarga di rumah.
Setidaknya, menunggu tak lagi menjadikan resah hati. Bersabarlah, maka kepastian itu akan nyata bahkan bisa jauh lebih baik dari apa yang kita bayangkan. Menunggu bus yang tak kunjung datang berakhir bahagia kala harga karcisnya yang jauh lebih murah dari informasi yang saya dapatkan sebelumnya. Menunggu waktu tiba di mana saya ber #citacita untuk mengunjungi Madam Tussaud menjadi satu dari sekian alasan saya untuk kembali mengunjungi Thailand. Menunggu teratasinya galau finansial dalam perjalanan dengan tetap berpikir positif nyatanya bisa terobati meski harus berkeputusan nekad.
Inilah hal yang sudah sepantasnya
dinikmati. Bukan hanya kepada objek wisatanya tapi cerita yang membalut
perjalanan kita. The thing which is kinda adventurous stuff that i'll always
miss.
*melanjutkan dari komenku sebelumnya*
BalasHapussama-sama.Ini kamu ke Thailandnya sama berapa orang?
Coba aja kirim tulisanmu ke Hifatlobrain lho Hep(eh kamu tahu Hifatlobrain kan? Soalnya setahuku kamu pernah nge-RT twit temenmu soal Hifatlobrain..)
saya berdua aja sama temen kuliah Yul.
Hapussip-sip, iya tahu Yul. thanks masukannya. coba ntar doain yah ada wangsit jadi bisa bikin tulisan bagus terus bisa dimuat di media. Amin
saya tunggu kunjungan & komentar kamu selanjutnya hehe ;)
AAAAAA KEREN BANGET KAK HEPI!!!!!!!enak bgtsih jalan2 trs-_-
BalasHapusaaaaa Rhynooooo
Hapuskhoop khun kraaaaappp :D
ayo, kamu juga jalan-jalan dong! terus nanti sharing-sharing deh kita,
hi... bener ya, di MBK bisa titp koper kita gratis? nakasih infonya
BalasHapusiya bener kok, cuma layanan ini bukanya pagi jam 11 sampe jam 9 malam dengan modal isi form data nama paspor + contact yang bisa dihubungi :)
Hapuswah asyik! saya soalnya Juni 2014 berencana mampir cuman sekitar 7 jam di Bangkok setelah dari Kamboja sebelum terbang jam 21.00-an... semoga layanan ini masih berlaku sampe sekarang ya ^_^ nice post
HapusinsyaAllah masih ada kok :)
Hapushati-hati ya... semoga kemelut di sana segera berakhir, biar bisa jalan-jalan dengan aman,
happy traveling!