2 Maret 2012
Part 3: just keep moving on
"Kompleks wat/temple ini mempunyai nama resmi Wat Phra Chettuphon Wimon Mangkhlaram Ratchaworamahawihan (วัดพระเชตุพนวิมลมังคลารามราชวรมหาวิหาร), atau lebih dikenal dengan sebutan Wat Pho (วัดโพธิ์) The Reclining Buddha, adalah Candi Buddha Distrik Phra Nakhon, Bangkok, Thailand, terletak di distrik Rattanakosin secara langsung berdekatan dengan Grand Palace. Wat Pho juga dikenal sebagai tempat lahirnya Thai traditional massage." - Wikipedia
***
Begitu melewati pintu keluar Grand Palace
kami mempercepat langkah menyusuri trotoar sepanjang dinding pagar istana
searah dengan jalan yang menuju Wat Pho. Siapa yang tidak ingin melihat The
Reclining Buddha? Patung Buddha tidur dalam ukuran raksasa!
Lokasi Wat Pho sendiri sebenarnya berada di
'sebelah' kompleks Grand Palace. Hanya saja seakan tiada habisnya langkah kaki
saya berjalan diiringi pemandangan tinggi, putih, menjulang di sisi kiri saya
ini -pagar istana. Begitu sampai di persimpangan jalan, kami berlari kecil
menyeberang ke sudut lain persimpangan jalan itu. Dan tibalah kami di Wat Pho!
Awalnya bingung juga ke mana harus
melangkah, tapi ya seperti yang sudah-sudah, mengikuti kemana arah keramaian
adalah pilihan bijak. Sebenarnya papan-papan petunjuk sudah cukup jelas
menerangkan, namun seringkali petunjuk itu tak terlihat 'tertelan' animo pengunjung
yang cukup besar.
Karena hari ini adalah giliran Indra untuk
menjadi 'juru bayar' jadilah lagi-lagi dia segera menghampiri loket penjual
tiket masuk begitu kami memasuki pekarangan depan yang cukup ramai pengunjung. Tiket
masuk Wat Pho adalah 100 Baht/person. Cukup reasonable lahya. Tapi sejujurnya
saya belum tahu apa yang bisa saya explore secara lebih selain keagungan
Reclining Buddha-nya yang memang menjadi tujuan utaman saya.
Kebahagian kecil menyuguhkan senyum di
bibir, kala menerima tiket masuk dari Indra dan di sana ada bagian yang dapat
disobek untuk ditukarkan air minum. Lumayan, nggak perlu ngongkos buat
merehidrasi tubuh.
Bangunan pertama yang kami masuki adalah
semacam tempat persembahyangan yang awalnya saya kira sebagai pintu masuk
kompleks Wat Pho. Lha begitu masuk kok ada patung-patung Buddha dalam ukuran
yang tak begitu besar dengan pose tidurnya yang menawan berikut furniture
dengan benda-benda yang umumnya menyertai tempat persembahyangan. Doh! -Salah
jalan, woy. Permisi, numpang-numpang... kami terus berjalan melewati ruangan
itu, dengan beberapa pengunjung yang khusyu' bersimpuh di depan altar beralas
tikar. Ketika sampai di serambinya, ternyata juga digunakan untuk ritual doa. Kami
pun sedikit melompat-lompat kecil di atas celah lantai yang tidak tertutupi
tikar persembahyangan untuk dapat keluar dari bangunan itu. Weleh... Maaf yak!
:(
beberapa benda-benda yang ada di ruang sembahyang |
Sampailah kami di sebuah pelataran di mana
salah satu sudutnya ada kerumunan di bawah tenda yang menarik perhatian. Aha,
itu rupanya tempat penukaran kupon air minumnya! Kami pun menghambur turut
berdesakan menukarkan potongan tiket dengan sebotol kecil air minum. haha Udah
berasa seperti di tengah euphoria bagi-bagi sembako gratis atau BLT dari
pemerintah! Yah, begitulah the power of Gratisan hihi *ngikik
Dari kerumunan yang satu menuju kerumunan
yang lain. Kali ini adalah sebuah bangunan tempat di mana patung Buddha tidur
selonjoran berada. Aaaaaa ramai gila! Let's get lost in the crowd!!!
Memasuki teras kecil di bagian bangunan
itu, kita diminta untuk melepas alas kaki dan meletakkannya pada kotak-kotak
terbuka semacam loker kayu setinggi dada orang dewasa yang ada di serambi
tersebut. Yang perlu diingat, mengantrilah dengan tertib, ikuti orang banyak
(teuteup, yah... hehe), perhatikan papan petunjuk dan peringatan, perhatikan
pakaian Anda, sudah cukup sopan dan tertutupkah untuk mengunjungi tempat
peribadatan? Oiya, bukalah penutup kepala saat berada di dalam wat/temple,
katanya itu sebagai bentuk penghormatan, juga kalau ada monk berjalanlah sedikit
membungkuk -kita bangsa Timur tentu telah tahu dan terbiasa dengan aturan
semacam ini bukan?
Arus pengunjung dibuat satu arah, jadi
jangan sampai salah masuk pintu ya... Saat memasuki ruangan itu, wajah The Big
Reclining Buddha menyapa dari balik pilar-pilar penyangga. I was just stunned
by its splendour *nganga* The Reclining Buddha berlapis emas dengan panjang 46 meter dan tinggi 15 meter adalah mahakarya patung Buddha terbesar di dunia, diikuti oleh Buddha berbaring di Penang, Malaysia (dalam Wat Chayamangkalaram), Nepal dan... Mojokerto, Indonesia (wah! Indonesia juga punya? anyone, please take me there!). Perhatikan kaki patung sang Buddha yang menampilkan tatahan gambar 108 auspicious symbol of Buddha. Kedipan lampu kilat kamera pengunjung saling bersahutan mengabadikannya.
Saking gedenya si Buddha selonjor ini, Vihara of the Reclining Buddha -dibangun pada masa pemerintahan Rama III, yang menaunginya pun hanya
menyisakan ruang yang tak begitu lebar di sekelilingnya untuk akses kita
menikmati objek tersebut. Kebayang dong suasana crowded-nya *usap keringat. Eh, tapi jangan cuma
terpaku ke satu objek itu aja. Coba perhatikan interior bangunannya. Unik! Mural dindingnya
'bercerita'. Ruangan meriah dengan ornamen dan pernak-pernik seperti replika
patung Buddha serta hiasan tematik lain yang mempercantik ruangan, juga display Buddha amulet (semacam jimat pelindung bagi penganut Buddha)
-silakan menghubungi pihak berwenang untuk
MEMBELINYA hehe.
Saat Anda melintasi bagian belakang dari The Reclining Buddha, akan terdengar riuh rendah suara dentingan koin yang dilemparkan para pengunjung ke dalam mangkuk-mangkuk cawan perunggu yang konon katanya berjumlah 108 buah dan bagi siapapun yang mengisi satu per satu cawan tersebut dengan koin-koin uang maka akan mendapat keberuntungan. Usut punya usut, uang recehan tersebut dapat dikatakan sebagai bentuk donasi untuk menunjang kegiatan pemeliharaan wat. Hm... *manggut-manggut
Puas menikmati vihara Buddha selonjor, kami berjalan keluar dan mendapati matahari yang kian condong membuat hati resah dan gelisah. Berkali saya menanyakan waktu kepada Indra. Sayang juga rasanya kalau tidak berkeliling melihat kompleks yang cukup besar ini. Akhirnya kami memutuskan untuk menyempatkan diri barang 10-15 menit untuk 'mengorek' sisi lain kompleks Wat Pho ini. Kami pun 'ber-marathon' dari satu bangunan ke bangunan yang lainnya...
Smile of The Reclining Buddha welcome us! |
This is it! The Biggest Reclining Buddha |
telapak kaki The Reclining Buddha dengan 108 auspicious symbol |
Saat Anda melintasi bagian belakang dari The Reclining Buddha, akan terdengar riuh rendah suara dentingan koin yang dilemparkan para pengunjung ke dalam mangkuk-mangkuk cawan perunggu yang konon katanya berjumlah 108 buah dan bagi siapapun yang mengisi satu per satu cawan tersebut dengan koin-koin uang maka akan mendapat keberuntungan. Usut punya usut, uang recehan tersebut dapat dikatakan sebagai bentuk donasi untuk menunjang kegiatan pemeliharaan wat. Hm... *manggut-manggut
108 cawan perunggu di sepanjang koridor belakang Reclining Buddha | sumber: Wikipedia |
Puas menikmati vihara Buddha selonjor, kami berjalan keluar dan mendapati matahari yang kian condong membuat hati resah dan gelisah. Berkali saya menanyakan waktu kepada Indra. Sayang juga rasanya kalau tidak berkeliling melihat kompleks yang cukup besar ini. Akhirnya kami memutuskan untuk menyempatkan diri barang 10-15 menit untuk 'mengorek' sisi lain kompleks Wat Pho ini. Kami pun 'ber-marathon' dari satu bangunan ke bangunan yang lainnya...
Mengenal Wat Pho lebih dekat:
"Berdasarkan informasi yang saya himpun (ceileee, gaya!), Wat Pho ini merupakan salah satu wat terbesar dan tertua di Bangkok juga merupakan rumah bagi seribuan figur patung Buddha dalam berbagai gaya dan posisi tubuh, yang salah satu dan terbesar adalah The Reclining Buddha tersebut. Kompleks Wat Pho sendiri terbagi ke dalam dua bagian besar, yaitu dinding senyawa utara (The northern walled compound), di mana Buddha selonjor dan sekolah Thai massage berada, serta dinding senyawa selatan (The southern walled compound) adalah semacam 'pondok pesantren'-nya. Di luar itu, terdapat hampir seratusan chedis (stupa atau gundukan) -71 chedis berukuran lebih kecil berisi abu dari keluarga kerajaan, 21 chedis yang lebih besar berisi abu Buddha; Chedis tersebut memiliki gaya dan dimensi yang berbeda -selain bergaya Thailand, beberapa chedis desainnya bergaya Kamboja juga Cina. Phra Maha Chedi paling terkenal dan menonjol dari chedis di Wat Pho yang merupakan 4 chedis, didedikasikan untuk empat raja dinasti Chakri (Raja Rama I, II, III dan IV) dengan masing-masing tingginya sekitar 41 meter dalam berbagai warna (hijau, putih, kuning, biru). Selain itu juga terdapat vihara (ruang peribadatan) dan bot (pusat tempat suci)." -pfiuh...
"Berdasarkan informasi yang saya himpun (ceileee, gaya!), Wat Pho ini merupakan salah satu wat terbesar dan tertua di Bangkok juga merupakan rumah bagi seribuan figur patung Buddha dalam berbagai gaya dan posisi tubuh, yang salah satu dan terbesar adalah The Reclining Buddha tersebut. Kompleks Wat Pho sendiri terbagi ke dalam dua bagian besar, yaitu dinding senyawa utara (The northern walled compound), di mana Buddha selonjor dan sekolah Thai massage berada, serta dinding senyawa selatan (The southern walled compound) adalah semacam 'pondok pesantren'-nya. Di luar itu, terdapat hampir seratusan chedis (stupa atau gundukan) -71 chedis berukuran lebih kecil berisi abu dari keluarga kerajaan, 21 chedis yang lebih besar berisi abu Buddha; Chedis tersebut memiliki gaya dan dimensi yang berbeda -selain bergaya Thailand, beberapa chedis desainnya bergaya Kamboja juga Cina. Phra Maha Chedi paling terkenal dan menonjol dari chedis di Wat Pho yang merupakan 4 chedis, didedikasikan untuk empat raja dinasti Chakri (Raja Rama I, II, III dan IV) dengan masing-masing tingginya sekitar 41 meter dalam berbagai warna (hijau, putih, kuning, biru). Selain itu juga terdapat vihara (ruang peribadatan) dan bot (pusat tempat suci)." -pfiuh...
empat puncak chedis utama dari pekarangan depan vihara Reclining Buddha |
gerbang masuk kompleks dalam Wat Pho dengan 2 patung penjaga 'chinese' |
deretan figur Buddha |
Oiya, kami sempat mampir ke salah satu vihara lain di kompleks Wat Pho ini yang di dalamnya terdapat Golden Buddha Statue. Kali ini kita diperbolehkan mengambil gambar di dalamnya. Berikut penampakannya :D
Prang in the inner courtyard, dekat vihara Golden Buddha statue |
pelataran vihara Golden Buddha statue | The ubosot |
patung penjaga: jambulnya, beuuhhh! |
The Golden Buddha statue in Wat Pho |
tak hanya Reclining Buddha, Golden Buddha Statue juga patut disambangi |
can take any picture in the hall (y) |
(another) deretan figur Buddha |
kompleks 4 chedis utama |
view from the top of one main chedi that we can climb |
Hey, i saw a monk walking around! I had to ask for taking a photograph with him :D
Saya menghampirinya, memohon ijin untuk berfoto bersama. Dia menyambut baik. Indra telah siap dengan kameranya untuk mengabadikan momen ini. Lebih dari itu, biarawan yang masih muda tersebut mengajak saya untuk berdialog lebih jauh. Bahasa Inggrisnya bagus! Malah jadi saya yang keder dengan bahasa Inggris yang belepotan, hufufufu
Usut punya usut, dia adalah 'santri' yang sedang menuntut ilmu di Bangkok. Dia berasal dari Chiang Mai, Thailand Utara, dekat perbatasan Laos.
"Kalian berasal dari negara mana?" Dia membuka percakapan.
"Indonesia" Jawab saya bangga.
"Sudah berapa lama kalian di Thailand? Kalian hanya berdua saja?" Tanyanya lebih lanjut.
"Ini adalah hari ketiga kami, iya kami hanya berdua saja berlibur kemari." Sahut saya enteng.
"Ke mana kalian akan pergi?" Wah, dia memperpanjang dialog kami.
"Hm, karena kemarin kami datang dari Phuket, hari ini Bangkok, rencananya kami akan mengunjungi Ayuttaya atau Chiang Mai mungkin. Bagaimana menurutmu?" Saya menjelaskan secukupnya, yah meskipun waktu itu bahasa Inggris saya belepotan karena harus merangkai kata yang cukup panjang -,-
"Oh, ya... Itu pilihan yang bagus. Chiang Mai? Saya berasal dari sana. Itu kampung halaman saya. Tapi saya Chiang Mai yang di ujung utara hampir berbatasan dengan Laos. Chiang Mai tempat yang cukup berharga untuk dikunjungi. Demikian juga Ayuttaya, namun kabar terakhir yang saya dengar, di sana masih dalam proses recovery dari musibah banjir kemarin" Dia menyambutnya dengan lebih antusias.
"Chiang Mai juga sedang diselimuti kabut ya?" Tak mau kalah, saya pun mencoba mengorek informasi lebih lanjut.
"Iya, itu karena orang-orang di sana membakar hutannya untuk membuka ladang" Jelasnya.
"Wah, pilihan yang sulit. Tapi kami belum juga memutuskan ke mana akan pergi esok hari" Balas saya kalem.
"Oiya, tahukah kamu di mana tempat mendaftar sebagai pemandu wisata? Saya ingin memanfaatkan waktu luang yang ada untuk bekerja sebagai pemandu wisata, tapi saya tidak tahu di mana saya harus apply" Jiiiaaaahhhh, dianya curhat! Etapi bagus dong. Asik lah ini, baru kenal bisa langsung dicurhatin. Hehe
"Err...Saya juga tidak begitu paham. Tapi cobalah ke pusat informasi wisatawan untuk mencari info lebih lanjut" Saya pun sebenarnya bingung harus menjawab bagaimana.
"Hm, apakah kalian sudah berkeliling di sekitar sini? Mungkin kalian membutuhkan pemandu wisata?" Tambahnya. Dia menawarkan jasa tour guide pada kami? *glek!
"Oh, ya kami telah berkeliling ke beberapa tempat. Tapi saya sudah menggali informasi lebih dulu tentang tempat-tempat yang saya kunjungi jauh sebelum saya benar-benar ada di sini. Saya mendapatkan banyak informasi dari internet dan buku-buku traveling" Saya mencoba menjelaskan dan sebenarnya juga menolak secara halus. Aaaaa nggak tega rasanya, tapi kami juga budget traveler, apa daya :'(
"Oiya, saya harus segera pergi. Kami dikejar waktu untuk mengunjungi Wat Arun sebelum hari beranjak senja. Senang bisa bertemu dengan Anda, terima kasih dan sampai jumpa" Saya pun berpamitan menutup dialog.
Begitulah kira-kira percakapan kami kala itu. Sebenarnya saya ingin lebih banyak lagi berbincang dengannya. Kapan lagi gitu nemu warga lokal yang asik, bisa diajak ngobrol ngalor-ngidul tanpa ada kendala bahasa. Sedih juga rasanya tidak bisa memberinya solusi untuk membantunya mendapatkan pekerjaan. Tapi bagaimana lagi. Waktu kami yang terbatas harus mengakhiri dialog kami sore itu di bawah atap bangunan di sekitar empat chedi utama yang menjadi saksi bisu. #tsaaahh *One of the best moment i got in Thailand! :')
to be continued...
*clue for the next part: got new friends along the journey? yeah, we did! check it out on Part 4 :)
me with the monk |
Saya menghampirinya, memohon ijin untuk berfoto bersama. Dia menyambut baik. Indra telah siap dengan kameranya untuk mengabadikan momen ini. Lebih dari itu, biarawan yang masih muda tersebut mengajak saya untuk berdialog lebih jauh. Bahasa Inggrisnya bagus! Malah jadi saya yang keder dengan bahasa Inggris yang belepotan, hufufufu
Usut punya usut, dia adalah 'santri' yang sedang menuntut ilmu di Bangkok. Dia berasal dari Chiang Mai, Thailand Utara, dekat perbatasan Laos.
"Kalian berasal dari negara mana?" Dia membuka percakapan.
"Indonesia" Jawab saya bangga.
"Sudah berapa lama kalian di Thailand? Kalian hanya berdua saja?" Tanyanya lebih lanjut.
"Ini adalah hari ketiga kami, iya kami hanya berdua saja berlibur kemari." Sahut saya enteng.
"Ke mana kalian akan pergi?" Wah, dia memperpanjang dialog kami.
"Hm, karena kemarin kami datang dari Phuket, hari ini Bangkok, rencananya kami akan mengunjungi Ayuttaya atau Chiang Mai mungkin. Bagaimana menurutmu?" Saya menjelaskan secukupnya, yah meskipun waktu itu bahasa Inggris saya belepotan karena harus merangkai kata yang cukup panjang -,-
"Oh, ya... Itu pilihan yang bagus. Chiang Mai? Saya berasal dari sana. Itu kampung halaman saya. Tapi saya Chiang Mai yang di ujung utara hampir berbatasan dengan Laos. Chiang Mai tempat yang cukup berharga untuk dikunjungi. Demikian juga Ayuttaya, namun kabar terakhir yang saya dengar, di sana masih dalam proses recovery dari musibah banjir kemarin" Dia menyambutnya dengan lebih antusias.
"Chiang Mai juga sedang diselimuti kabut ya?" Tak mau kalah, saya pun mencoba mengorek informasi lebih lanjut.
"Iya, itu karena orang-orang di sana membakar hutannya untuk membuka ladang" Jelasnya.
"Wah, pilihan yang sulit. Tapi kami belum juga memutuskan ke mana akan pergi esok hari" Balas saya kalem.
"Oiya, tahukah kamu di mana tempat mendaftar sebagai pemandu wisata? Saya ingin memanfaatkan waktu luang yang ada untuk bekerja sebagai pemandu wisata, tapi saya tidak tahu di mana saya harus apply" Jiiiaaaahhhh, dianya curhat! Etapi bagus dong. Asik lah ini, baru kenal bisa langsung dicurhatin. Hehe
"Err...Saya juga tidak begitu paham. Tapi cobalah ke pusat informasi wisatawan untuk mencari info lebih lanjut" Saya pun sebenarnya bingung harus menjawab bagaimana.
"Hm, apakah kalian sudah berkeliling di sekitar sini? Mungkin kalian membutuhkan pemandu wisata?" Tambahnya. Dia menawarkan jasa tour guide pada kami? *glek!
"Oh, ya kami telah berkeliling ke beberapa tempat. Tapi saya sudah menggali informasi lebih dulu tentang tempat-tempat yang saya kunjungi jauh sebelum saya benar-benar ada di sini. Saya mendapatkan banyak informasi dari internet dan buku-buku traveling" Saya mencoba menjelaskan dan sebenarnya juga menolak secara halus. Aaaaa nggak tega rasanya, tapi kami juga budget traveler, apa daya :'(
"Oiya, saya harus segera pergi. Kami dikejar waktu untuk mengunjungi Wat Arun sebelum hari beranjak senja. Senang bisa bertemu dengan Anda, terima kasih dan sampai jumpa" Saya pun berpamitan menutup dialog.
Begitulah kira-kira percakapan kami kala itu. Sebenarnya saya ingin lebih banyak lagi berbincang dengannya. Kapan lagi gitu nemu warga lokal yang asik, bisa diajak ngobrol ngalor-ngidul tanpa ada kendala bahasa. Sedih juga rasanya tidak bisa memberinya solusi untuk membantunya mendapatkan pekerjaan. Tapi bagaimana lagi. Waktu kami yang terbatas harus mengakhiri dialog kami sore itu di bawah atap bangunan di sekitar empat chedi utama yang menjadi saksi bisu. #tsaaahh *One of the best moment i got in Thailand! :')
to be continued...
*clue for the next part: got new friends along the journey? yeah, we did! check it out on Part 4 :)
kamu seriusan ke Thailand pi?
BalasHapus*envy maksimal*
iya, Alhamdulillah dikasih kesempatan sama Allah buat ke sana :D
BalasHapusAyo, nes, kamu juga bisa kok... hehe
Hahaaayy.. Keren jalan-jalannya sekalian wawancara (atau malah dicurhatin) sama calon biksunya. Waktu di Bangkok saya juga lebih lama ngabisin waktu di Wat Pho dibanding Grand Palace. Tempatnya lebih gede dan banyak yg bisa diliat, ga serame Grand Palace juga lagi.
BalasHapusBtw blog saya lagi bikin giveaway nih, hadiahnya buku traveling. Ikutan yuks :D
http://roundmerryround.blogspot.com/2012/04/merry-go-round-1st-giveaway.html
halo, Merry... salam kenal :D
BalasHapusterima kasih sudah disempatankan mampir blog saya,
what an honour seorang penulis mengunjungi dan meninggalkan komentar bahkan mengajak saya untuk mengikuti giveaway buku yang ditulisnya.
saya tertarik untuk ikutan, ini barusan milah-milihin foto-foto, hehe
nanti ya, segera saya upload-kan,
terima kasih :)